Rabu, 15 September 2010

untuk Cinta Danau Toba, Tak Hanya Diam

Ada yang menyeru dalam relung terdalam. Menyusup di pelataran hati yang riuh oleh jaman. Dia yang merajut rindu akan sebuah pertemuan. Menguntai cinta dalam isyarat tak berujung. Rindu ini hanya kepadamu. Cinta ini hanya untukmu. O Danau Toba.

Namun mengapa, Anginmu hanya diam? Tak kah kau ijinkan aku mengarungi ombakmu?

Syair ini seperti bahasa lain dari ungkapan seorang Edward Tigor Siahaan (photograper internasional) yang bercerita tentang pengalamannya, tempo hari. Saya sudah menjalani beberapa negara, banyak tempat eksotik yang sudah saya potret langsung, namun kerinduan dan kecintaan selalu berpulang ke Danau Toba. Entah mengapa. Sepulang dari perjalanan jauh dan begitu mendekati Danau Toba, seolah ada suara yang bertalu-talu dalam diri ini. Suara itu akan menggapai senandungnya, sesaat telapak kaki sudah berdiri di salah satu bukit. Memandang sang kerinduan, Danau Toba, dari kejauhan. Beberapa kali jemari menekan tombol kamera. Mengabadikan ruang dan waktu dalam pigura. Mata menyusur mencari titik perspektif. Sebuah cara menangkap keindahan semesta yang mungkin saja hanya sedikit orang yang mau mengasahnya. Banyak mata yang telah kehilangan sentuhan cahaya keindahan. Khususnya di Tapanuli. Tak ada estetika. Tak ada seni.

Dengan keadaan seperti sekarang ini, dengan nuansa yang ada sekarang, cukup hanya 10 menit untuk menikmati Danau Toba. Hanya sepuluh menit saja. Selebihnya, sudah bisa dipastikan orang tak akan ingin berlama-lama disana. Wisatawan manapun tak akan menghabiskan waktunya untuk Danau Toba selain yang sepuluh menit itu. Sepuluh menit saja untuk keindahan Danau Toba.
Mengapa? karena segala sesuatu yang ada di sekitaran Danau Toba seperti berwajah diam. Sepuluh menit keterkesimaan bertemu dengan Danau Toba berlalu, selanjutnya orang berhadapan dengan peradaban yang diam. Kehidupan seolah berhenti. Denyut nadi seperti tak berdetak, beku. Darah tak menghantarkan adrenalin yang lain, dingin. Tak ada kehangatan. Tak ada kenyamanan, kaku. Bagaimana mau menjadi pusat inspirasi? pusat wisata? sumber semangat hidup? mata air pesona keindahan?

Ini salah satu poin yang mesti disadari oleh kita semua. Utamanya masyarakat di sekitar Danau Toba. Ada apa, kok kehidupan seolah berhenti berjalan di bumi Tapanuli ini? Sebab apa, sehingga semangat hidup itu tak terlihat disini? Wisatawan berkunjung tak semata hanya untuk melihat alam. Mereka juga ingin melihat manusia yang hidup bersama dengan alam itu. Manusia yang jatuh bangun dengan corak alamnya. Ironis sekali, keindahan agung Danau Toba harus bersanding dengan keterbelakangan peradaban. Manusia yang tinggal di sekitar Danau Toba perlu pencerahan. Ini tak bisa selamanya begini. Perubahan harus nyata. Meskipun harus didorong-dorong. Harus ada yang mau mengerjakan pekerjaan kotor itu. Membawa perubahan.
Daerah lain, negara lain, tak memiliki pesona sedahsyat ini. Namun, mereka bekerja keras. Mencipta berbagai aktifitas kreatif yang menarik. Yang tak diam, yang dinamis. Mereka mencipta pengalaman. Untuk disandingkan dengan fenomena alamnya. Sehingga klop. Pengunjung betah dan tak bosan-bosan. Malah merindukan untuk datang kembali. Ada pengalaman yang didapat, dikenang, disimpan, dihargai. Baik dari alamnya maupun dari manusianya. Siapa yang tak mencari pengalaman? Manusia belajar dari pengalaman. Pepatah berkata, guru yang paling bijak adalah pengalaman. Artinya, pengalaman adalah kebutuhan manusia yang tak terbantahkan.

Ada yang timpang disini. Hanya Danau Toba saja yang memberikan pengalaman kepada pengunjung. Dengan segala kesakitannya akibat pencemaran, akibat kelalaian, akibat ketidakmautahuan, akibat ketidakpedulian dari orang-orang yang disana. Dengan semua hal yang membuat hati miris itu, Danau Toba masih tetap setia memberikan pengalaman keindahan yang tak terbandingkan. Namun, seperti tadi itu. Hanya mampu bertahan sepuluh menit. Danau Toba seperti mengalami penyakit ejakulasi dini. Sehingga para kekasih, para pengembara, para pejalan yang berkunjung tak memperoleh kepuasan, tak memiliki kebahagiaan. 

Masyarakat tak cukup hanya mengandalkan kemampuan Danau Toba saja. Masyarakat harus berpikir ekstra untuk mencipta pengalaman. Ya, menciptakan pengalaman. Berkreasi dengan aktifitas yang kreatif dan menarik untuk dijadikan kenangan dan pengalaman bagi pengunjung. Pengalaman yang bagaimana? Yang membuat setiap pengunjung menjadi terperangah, terkesima, dan terinspirasi. Baik oleh Danau Toba nya maupun oleh manusia nya. 

Disaat Danau Toba tak pernah berhenti berseru-seru dalam bisikan kepada hati yang merindu, kepada jiwa yang mencinta. Semoga, masyarakat Tapanuli tak hanya diam.
◄ Newer Post Older Post ►