Kamis, 16 September 2010

Rumah Wallet di Dalam Tempat Tinggal




BUDIDAYA BURUNG walet untuk diambil sarangnya (yang terbuat dari air liur walet), dalam tiga dekade terakhir ini menjadi sangat marak di Indonesia. Ini karena produk liur walet tersebut ternyata memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Mayoritas konsumen burung walet ini berasal dari Asia seperti Cina, Taiwan, Hongkong, dan Singapura.

Liur burung walet sebagai bahan sarang walet yang dibangun saat walet akan bertelur, diyakini memiliki kandungan mineral mujarab yang dapat menambah umur panjang dan meningkatkan vitalitas.

Sarang walet kemudian dijadikan sebagai suplemen dan bahan campuran pengobatan Tiongkok purba yang telah teruji oleh waktu. Wilayah Indonesia dinilai paling baik bagi habitat burung walet.

Sebab itu, produk sarang burung walet dari Indonesia menduduki peringkat nomor satu dari sisi kualitas dibandingkan produk negara di Asia Tenggara lainnya.

Rumah untuk budidaya burung walet sering disebut sebagai ?tambang emas yang menghasilkan dollar secara permanen?, sebab nilai jual-beli sarang walet memiliki standar ekonomi tinggi dan biasanya dilakukan dalam dollar Amerika. Alasan itulah yang menyebabkan komoditas ini menjadi impian banyak investor. Budidaya burung walet yang semula hanya bersifat tradisional di rumah-rumah kuno dan gua alam yang tidak pernah dirawat, sekarang telah menjadi produk ekspor dengan budidaya sistematis yang bahkan menggunakan teknologi canggih.

Ini diupayakan untuk membentuk lingkungan yang semirip mungkin dengan habitat alami agar burung walet cepat berkembang biak.Tetapi, dibalik gemerlap yang menjanjikan itu, banyak cerita yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa memiliki rumah walet itu tidak baik. Banyak yang menganggap, memelihara walet sama dengan memelihara pesugihan (memelihara setan untuk membuat kaya) yang pada akhirnya akan mengorbankan keturunannya sebagai tumbal.

Pada beberapa kasus, sering didapati anak pemilik rumah walet menderita kelainan jiwa atau lahir dalam keadaan cacat. Saat melihat kenyataan ini, lalu ada yang berkomentar bahwa itu akibat dari kutukan dari ribuan pasang burung yang ?dikecewakan?. Burung-burung itu dianggap kecewa karena rumah yang mereka bangun dengan susah payah, setelah jadi kemudian dirampas orang. Karena burung -burung itu tidak dapat bertelur untuk melanjutkan keturunan maka dipercaya yang kena kutukan juga keturunan pemilik rumah walet.

Dalam pendangan ilmu Feng Shui, fenomena ?rumah burung? ini dianggap tidak baik bagi pemilik rumah burung, apabila hunian untuk orang menyatu dengan rumah walet, seperti contoh berikut.

* Lantai bagian atas untuk rumah burung, sedangkan lantai dasarnya tetap digunakan untuk rumah tinggal atau toko.
* Di dalam rumah ada paviliun atau kamar yang ditutup dan dijadikan rumah burung, sementara ruang yang lain tetap digunakan untuk rumah tinggal.
* Sebuah rumah atau kamar yang bersebelahan langsung dengan rumah burung tanpa ada ruang sela untuk sirkulasi udara.

Larangan Feng Shui ini memiliki pertimbangan yang dikaitkan dengan faktor kesehatan dan sangat masuk akal. Coba cermati alasan di bawah ini.

* Rumah burung biasanya dibuat tertutup, sehingga sirkulasi udara sangat buruk dan sinar matahari tidak bisa masuk ke dalamnya. Dengan demikian, energi Yang/positif atau unsur panas sangat minim. Sebaliknya, energi Yin/negatif sangat mendominasi. Kondisi ini akan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan Feng Shui. Sebab itu, tubuh manusia yang sangat membutuhkan energi Yang sangat tidak cocok tinggal di sekitarnya. Dan sisi mistis, energi Yin yang mendominasi sering dianggap sebagai ?sarang setan?
* Rumah burung biasanya memiliki kelembaban yang tinggi. Kelembaban merupakan pertanda adanya unsur Yin yang berlebihan. Maka, virus penyakit paling mudah berkembang dalam kondisi seperti ini.
* Semakin banyak burung bersarang di dalamnya, berarti semakin banyak kotoran burung yang mengendap di dalam rumah. Dengan demikian, sumber penyakit semakin banyak pula

Kotoran burung yang menjadi sumber virus serta kelembaban udara akan menyuburkan perkembang biakan virus. Lalu ketika koloni virus yang tidak tampak ini terus berkembang subur, maka sudah bisa dipastikan manusia yang tinggal di sekitar rumah burung atau yang sering masuk dalam rumah burung akan menjadi korban virus tersebut. Jadi, hipotesis Feng Shui mengenai rumah yang menjadi satu dengan rumah burung atau kandang ayam (sama-sama unggas) tidak baik, cukup masuk akal. Dalam hal ini Feng Shui tidak pernah melarang orang untuk membudidayakan burung walet atau jenis unggas lainnya. Feng Shui pun menegaskan bahwa hal tersebut tidak ada kaitannya dengan berbagai kutukan seperti cerita yang beredar di masyarakat. Ilmu Feng Shui hanya menerangkan bahwa ada yang tidak berkenan dengan ekosistem manusia dan lingkungan, yang mengakibatkan kerugian bagi manusia sendiri.

Berkat penjelasan di atas, diharapkan masyarakat bisa mengambil hikmahnya berkenaan dengan penyebab masalah di atas. Dalam ilmu kedokteran, ungas dan burung diketahui paling mudah menjangkitkan virus rubella, yaitu jenis virus yang menyerang kandungan ibu atau merusak sistem syaraf seseorang. Dalam kasus yang berat, virus ini juga merusak syaraf pendengaran atau menyebabkan gangguan jiwa.

Berdasarkan data di atas, sebaiknya kita berhati-hati bila memiliki rumah burung. Contohnya, tindakan di bawah ini.

* Jangan sering membawa istri yang kandungannya masih subur atau anak-anak untuk masuk ke rumah burung.
* Membuat jarak antara rumah tinggal dengan bangunan sarang burung.
* Hasil panen sarang burung sebaiknya tidak dibawa pulang, selain perlu dibersihkan, atau dijemur di rumah tinggal. Ingat, sarang burung yang masih kotor menyimpan banyak kuman.
* Secara berkala rumah burung harus sering dibersihkan.

Semoga tulisan ini dapat memberi gambaran yang logis untuk menanggapi cerita kutukan yang berkembang di masyarakat tentang rumah burung.
◄ Newer Post Older Post ►