Kamis, 16 September 2010

Cara berbisnis tikus




MALANG, - Tikus adalah binatang pegerat yang bisa hidup dimana pun dengan minim makanan sekali pun dan merupakan musuh petani, mengapa kok dipelihara? Ada suatu pertanyaan besar di pikiran kita.
Usut punya usut ternyata tikus putih kecil atau sering disebut mencit, memiliki prospek bisnis yang menjanjikan. Di desa Tegalgondo, Karangploso, Khabib seorang perintis usaha budidaya tikus yang baru enam bulan menggeluti budidaya ini mengatakan, saat ini saya mempunyai 40-an ekor induk. “Selama ini saya telah menjual tikus sebanyak 200 ekor ke pasar burung Splindid dan ke masyarakat yang juga ingin memelihara sebagai sampingan usaha,” ujarnya ketika ditemui di rumahnya, Selasa (16/12/08)
Bapak dua orang putri yang berprofesi sebagai petani ini malah menggeluti usaha tikus yang menjadi musuhnya sendiri disawah karena prospeknya yang menjanjikan, dengan harga jual Rp 2500,- per ekor dengan umur jual 36 – 40 hari, ia mampu meraup keuntungan sebesar Rp 150-200 ribu dari setiap penjualan. Dan hasil ini ia gunakan untuk lebih membesarkan usahanya dan selebihnya untuk menambah keuangan dapur. Usaha ini memang masih dirintis dan akan terus dikembangkan untuk kearah yang lebih besar lagi.
Memang ada perbedaan antara tikus sawah dengan tikus putih mencit, disamping dari perbedaan warna yang dimiliki juga dari ukurannya. Tikus putih mencit memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan tikus sawah coklat yang memiliki ukuran yang besar.
Khabib mengatakan, tikus putih ini memiliki kemudahan dalam perawatannya tinggal dikasih makan dua kali sehari dia bisa beranak. Makanannya pun mudah, hanya dengan memberikan makanan berupa jagung, konsentrat yang biasa diberikan kepada ayam, nasi sisa, sayur, dan ketela bahkan roti, pokoknya yang dapat dimakan manusia juga dapat dimakan tikus.
“Selama beternak tikus putih mencit ini saya belum pernah dan semoga tidak pernah terjadi adanya penyakit yang serius,” ucapnya terang.
Semula usaha ini hanya merupakan kebiasaannya memelihara ular piton. Karena ular yang ia pelihara mati, tikus yang semula menjadi makanan ular beranak pinak dari 3 ekor induk tikus menjadi 11 ekor. Dan dalam kurun waktu 4 bulan tikus yang ia pelihara berkembang menjadi tak kurang dari 200 ekor. Bila satu ekor induk mampu melahirkan sebanyak 10 – 15 ekor per tiga minggu, dengan waktu idle satu minggu, maka dengan 40 ekor induk mampu beranak sebanyak 500 – 800 ekor lebih per bulan. Ia berencana menambah indukan tikusnya menjadi 100 ekor dalam waktu dekat ini. Dengan jumlah kelahiran tikus yang sangat tinggi, maka akan sangat cepat berkembang biak dalam waktu yang pendek.
“Kalau harga jual sebesar Rp 2500 ,- saja dengan tiga minggu diasuh induk, berarti saya hanya memberi makan selama dua minggu berikutnya. Ini berarti ia hanya membutuhkan sebesar Rp 700 – 1000 dalam waktu pemeliharaan setalah sapih induk,” ujar Khabib
Hal senada diungkapkan oleh Har “Memang usaha saya masih belum membuahkan hasil, tetapi untuk satu dua sampai bulan kedepan tikus saya akan berkembang pesat dan mungkin dengan usaha tikus saja, saya mampu menyambung hidup di Malang.” Kini Har masih memiliki 25-an ekor induk tikus dengan jumlah kelahiran yang lebih kecil dari tikus yang dipelihara oleh Khabib. “Tetapi meskipun memiliki jumlah kelahiran 6 – 9 ekor per induk, dalam waktu dua bulan lagi tikus saya menjadi 500 ekor,” terangnya optimis.memang Har masih mulai budidaya tikus selama satu setengah bulan.
“Biaya untuk memelihara seekor tikus per hari relatif sangat kecil, hanya Rp 50-100 per ekor per hari. Kalau anak tikus masih dalam asuhan induk, berarti tidak ada biaya tambahan lagi. Biasanya anak tikus diasuh oleh induknya sampai umur satu bulan. Setelah dikira induk tikus telah hamil besar, maka segera dipisahkan dari anaknya untuk dikarantina untuk menjelang pra kelahiran. Dengan biaya sekecil itu terang peternak tikus akan mendapatkan keuntungan yang tinggi,” ungkap Har lebih lanjut.
Har mengatakan, harga tikus memang berfluktuasi seiring kurs rupiah terhadap dolar. Disinilah terdapat peran serta pemerintah untuk menyetabilkan kurs rupiah terhadap dolar agar para peternak kecil tidak dirugikan oleh naik turunnya kurs valas. Memang banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya permintaan tikus. Selain jarang konsumen yang membeli tikus untuk kegiatan praktikum, juga karena banyak orang yang kini memelihara tikus. Usaha ini memang memiliki prospek yang sangat bagus dan menjanjikan untuk masa sekarang.
Tikus memang dapat digunakan untuk penopang hidup sehari-hari khususnya di desa pinggiran kota seperti Tegalgondo ini, yang memiliki jarak yang lumayan dekat dengan pusat keramaian kota Malang. Dengan diuntungkannya jarak yang relatif dekat antara desa Tegalgondo dengan kota Malang, maka memudahkan untuk menjual tikus – tikus hasil ternak ke pasar Splindid. Biaya transportasi yang dikeluarkan pun menjadi lebih ringan.
SUmber
http://prafitdhin-achmad.blogspot.com
◄ Newer Post Older Post ►