Rabu, 15 September 2010

Pertumbuhan babi

ABSTRAK

 Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Teaching Farm Ternak Babi, Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung pada tanggal 1 Mei 2009 sampai dengan 20 Juni 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam ransum babi periode finisher dilihat dari persentase karkas, tebal lemak punggung, dan luas urat daging mata rusuk. Penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi kastrasi hasil persilangan Landrace umur 34 minggu. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 55 kg dengan koefisien variasi kurang dari 6,8%. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan, dimana setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Sidik Ragam, apabila signifikan; maka dilakukan Uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya)10% dalam ransum ternak babi tidak mempengaruhi terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan sedangkan pada tebal lemak punggung dan meningkatkan luas urat daging mata rusuk. Pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) 10% dalam ransum babi dapat digunakan sebagai bahan pakan alternative  bagi ternak babi.


Kata Kunci:     Carica Papaya, Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung, dan Luas Urat Daging Mata Rusuk.

ABSTRACT

 

This Research of “ The Effect of Papaya (Carica papaya) Skin Fruit Flour in Ration for The Finisher Period of Pigs to Percentage Carcass, Back Fat and Loin Eye Area” has been held since March 1, 2009 to Juni 30, 2009 at  KPBI Obor Swastika, Cisarua,  Bandung. The purpose of this research is to find dosage level of  papaya skin fruit flour  that can be added into ration so that can be give the best to percentage carcass, Back Fat and loin eye area for the finisher period of pigs. This research was using 18-finisher period of pigs, age 6 months with weight rate 60.56 kg and variation coefficient  6,8%. The method that was used in this research is Complete Randomize Design with three dosage of papaya skin fruit flour , i.e. 0, 5, 10% with six replications. The result of the research shows give 10% papaya skin fruit flour  in ration pig no significant effect to percentage carcass, but increased loin eye area and decreased back fat thickness (p<0,05).  10% papaya skin fruit flour as alternative stuff can be used for pig finisher periode.


 

 

Keywords: pigs, Percentage Carcass, Back Fat Thickness, Loin Eye Area, Papaya skin flour

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size)  yang tinggi, efisiensi ransum yang baik (75-80%) dan persentase karkas yang tinggi (65-80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10-14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Babi merupakan salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Karkas merupakan bagian utama dari ternak penghasil daging. Kualitas karkas pada dasarnya adalah nilai karkas yang dihasilkan ternak berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh konsumen yaitu karkas yang mengandung daging maksimal dan lemak minimal serta tulang yang proporsional, hal ini dapat dilihat dari persentase karkas yang tinggi, tebal lemak punggung yang tipis dan luas daging mata rusuk yang besar. Persentase karkas babi adalah yang terbesar dibandingkan lemak lain yaitu 75% dari bobot hidupnya, hal ini disebabkan kulit dari keempat kakinya adalah termasuk dalam karkas babi kecuali kepala dan jeroan. Selain itu juga permintaan daging babi yang cukup tinggi sebesar 7,11 % yakni pada tahun 2002 sebanyak 164,491 ton naik menjadi 177,093 ton pada tahun berikutnya, sedangkan peningkatan populasi babi hanya sebesar 3,63 % yakni dari 5.926.807 ekor menjadi 6.150.535 ekor (Dirjen  Bina Produksi Peternakan, 2003), hal ini menunjukan bahwa babi mempunyai peranan yang cukup besar dalam mensuplai kebutuhan daging walaupun dengan keterbatasan konsumen serta dapat mendorong semakin potensialnya peternakan babi di Propinsi Jawa Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komposisi kimia komponen karkas yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan salah satu diantaranya adalah kualitas dan kuantitas pakan. Kualitas pakan yang baik sering kali peternak mengeluarkan biaya yang tinggi, oleh karena itu untuk meminimalkan biaya ransum maka dibutuhkan bahan pakan alternatif yang bersifat kontinyu, mudah didapat, murah, bergizi tinggi dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bahan pakan yang dimaksud diantaranya adalah kulit buah pepaya.


Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008). Kulit buah pepaya didapat dari limbah industri pembuatan manisan yang didapat dari daerah Kabupaten Garut, yaitu di Kecamatan Leles. Penggunaan kulit buah pepaya sebagai campuran makanan ternak Babi masih jarang digunakan, kecuali pada beberapa peternakan sapi potong tradisional di kecamatan leles, dan hasilnya menurut para peternak, daging dari sapi-sapi yang diberi kulit buah pepaya segar menjadi lebih merah dan dagingnya lebih padat. Berdasarkan hal tersebut diatas, kulit buah pepaya dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak karena berpotensi sebagai sumber protein nabati. Hasil survey dilapangan menunjukan bahwa potensi kulit buah pepaya adalah 30% dari tiap buah papaya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang berapa besar tingkat pemberian kulit buah pepaya dalam bentuk tepung sebagai bahan pakan ternak dalam ransum yang dapat meningkatkan produktivitas ternak.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam Ransum Babi Periode Finisher terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk”.

Maksud dan Tujuan

Sejalan dengan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui pengaruh pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya dalam ransum babi periode finisher  terhadapi persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.
  2. Mengetahui persentase pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya dalam ransum babi periode finisher  sehingga dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

 

Kerangka Pemikiran

Daging merupakan komponen karkas yang penting dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Daging adalah komponen utama karkas. Karkas juga tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendo. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging (Soeparno, 1998). Komponen bahan kering yang terbesar dari daging adalah protein. Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan daging mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest, dkk, 1975).

Di dalam pembentukan daging pada masa pertumbuhan, ternak babi membutuhkan asupan protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan protein dan energi ternak tergantung pada beberapa faktor termasuk berat hidup, pertambahan berat badan, dan konsumsi pakan (Soeparno, 1998). Protein merupakan bagian terbesar pembentuk urat daging, organ-organ tubuh, tulang rawan dan jaringan ikat. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Anggorodi, 1994). Kandungan protein (asam-asam amino) ransum yang optimal pada ransum babi harus pula memperhatikan kandungan energinya, hal ini disebabkan karena sejumlah energi tertentu dibutuhkan per tiap gram protein dengan demikian protein dapat digunakan efisien untuk pertumbuhan, kebutuhan lisin ternak babi yang sedang tumbuh dengan berat badan 35 – 60 kg adalah 0,61% (Sihombing, 1997). kebutuhan protein kasar bagi babi grower dan pengakhiran adalah 18 sampai dengan 13.5 % dengan energi yang dapat dicerna rata-rata 3400 Kkall. Karena ternak Babi merupakan ternak monogastrik maka yang harus diperhatikan adalah serat kasar yang rendah terutama pada fase pertumbuhan kecuali pada induk.

Di dalam kulit buah pepaya masih terdapat kandungan nutrisi yang tinggi sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak. Kulit buah pepaya memiliki kekurangan yaitu mudah busuk, oleh karena itu untuk mengatasinya maka kulit buah pepaya dijadikan tepung sehingga menjadi lebih tahan lama. Tepung kulit buah pepaya memiliki kandungan nutrisi antara lain protein kasar 24,85%, serat kasar 18,52%, lemak kasar 8,87%, abu 8,52%, kalsium 2,39% dan phosphor 0,88% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), dan Fe 0,385% (Analisis Laboratorium Institut Pertanian Bogor, 2008). Kulit buah pepaya memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pakan alternatif sumber protein yang dapat mengganti atau mengurangi penggunaan bahan pakan sumber protein lainnya seperti bungkil kedelai dan lain-lain.

Kulit buah pepaya selain memiliki kadar protein yang tinggi, juga mengandung enzim papain. Enzim ini banyak terkandung dalam kulit, batang, daun, dan buah (http://en.wikipedia.org/wiki/Papaya). Papain merupakan salah satu enzim proteolitik. Manfaat papain antara lain adalah dapat digunakan sebagai pelunak daging (enzim papain mampu memecah serat-serat daging, sehingga daging lebih mudah dicerna), papain berfungsi membantu pengaturan asam amino dan membantu mengeluarkan racun tubuh. Dengan cara ini sistem kekebalan tubuh dapat ditingkatkan, (www.Damandiri.or.id). Kulit buah pepaya selain memiliki protein yang tinggi dan enzim papain juga memiliki kandungan zat besi yang tinggi sebesar 0,385% (Analisis Laboratorium Institut Pertanian Bogor, 2008).    Protein dibutuhkan oleh babi masa pertumbuhan. Protein dalam ransum digunakan untuk membangun, menjaga dan memelihara protein jaringan dan organ tubuh, menyediakan asam-asam amino makanan, menyediakan energi dalam tubuh serta menyediakan sumber lemak badan (Tilman, dkk., 1986). Papain dapat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, hal ini dikarenakan papain memiliki lebih dari 50 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh (http://en.wikipedia.org/wiki/papain). Dengan pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum babi diharapkan dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.


Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan hipotesis bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum sampai 10% dapat memberikan pengaruh yang terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk babi periode finisher.

Lokasi dan Waktu Penelitian

            Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2009 di Laboratorium Penelitian (KPBI) Koperasi Peternak Babi Indonesia, Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya menurut Rukmana (1995) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

            Kingdom          : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)


            Divisi               : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

            Sub-divisi        : Angiospermae (Biji tertutup)

            Kelas               : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

            Ordo                : Caricales


            Family                         : Caricaceae

            Spesies           : Carica papaya L.

Buah pepaya merupakan salah satu buah yang telah lama dikenal luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat. Buah pepaya telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah matangnya sangat digemari karena cita rasanya yang enak, relatif tingginya kandungan nutrisi dan vitamin, serta fungsinya dalam melancarkan pencernaan.

Potensi Kulit Buah Pepaya

Tanaman pepaya yang dipelihara secara intensif dan sistem penanamannya monokultur (satu jenis), tingkat produktifitasnya dapat mencapai 50-150 buah/pohon. Bila lahan kebun seluas 1,0 hektar ditanami pepaya pada jarak tanam 3×3 m terdapat populasi 1.000 tanaman, maka produksi per hektar dapat mencapai 50.000-150.000 butir buah atau setara dengan 20-60 ton buah pepaya dengan catatan, banyak terdapat humus, tata udara dan tata air tanahnya baik, dengan pH sekitar 6-7. Panen perdana tanaman pepaya dapat dilakukan pada saat umur 9-11 bulan. Di dalam satu buah pepaya persentase kulit buahnya dapat mencapai 30% yang 10% diantaranya adalah biji pepaya. Panen tanaman pepaya dapat dilakukan secara kontinyu setiap 5-7 hari sekali bergantung pada kematangan buah, permintaan pasar, dan tujuan penggunaan (Rukmana, 1995).


Kulit buah pepaya merupakan bagian terluar dari buah pepaya yang masih mengandung nilai nutrisi cukup tinggi. Kulit buah pepaya pada keadaan kering mengandung protein kasar sebesar 25,58 %, lemak kasar 8,87 %, serat kasar 18,52 %, Ca 2,39 %, P 0,88 %, dan Abu 8,52 % (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008). Kandungan nutrisi kulit buah pepaya relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bahan pakan sumber protein lain, antara lain kacang hijau yang memiliki kandungan protein kasar 26,7 %, lemak 1,47 %, serat kasar 5,93 %, Ca 0,16 %, P 0,72 %, dan abu 5,22 %, bungkil kelapa yang mengandung protein kasar 21 %, lemak 10,9 %, serat kasar 14,2 %, Ca 0,165 %, P 0,62 %, dan abu 8,24 %, serta ampas tahu yang hanya mengandung protein kasar 20,81 %, lemak 7,08 %, serat kasar 14,88 %, Ca 0,64 %, P 0,28 %, dan abu 3,74 % (Sutardi, 1983).

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997). Menurut Sihombing (1997), pertumbuhan babi yang digemukkan untuk tujuan daging dibagi menjadi beberapa periode yaitu periode pra sapih (pre starter), lepas sapih (starter), pertumbuhan (grower), dan finisher. Babi periode finisher adalah babi setelah melewati periode pertumbuhan, dicirikan dengan berat hidup 60-90 kg, sedangkan pertambahan bobot badan babi periode finisher adalah 701-815 gram/hari (Annison, 1987).  Soeparno (1992), mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mencapai kedewasaan, jadi pertumbuhan mempengaruhi pula distribusi berat dan komponen-komponen tubuh ternak termasuk tulang, otot, dan lemak. Menurut Sutardi (1980), kecepatan pertumbuhan suatu ternak dipengaruhi berbagai faktor antara lain bangsa, jenis kelamin, umur, makanan, dan kondisi lingkungan.

Produksi Karkas Babi

               Karkas babi merupakan bagian tubuh ternak setelah dilakukan pemisahan terhadap kepala, bulu, kuku, isi rongga dada. Karkas babi yang dihasilkan berkisar antara 60-90% dari berat hidup tergantung pada kondisi, genetik, kualitas pakan dan cara pemotongan (Ensminger, 1984). Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen (Forrest, dkk. 1975). Bobot potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas yang tinggi. Hal ini dikarenakan sering adanya perbedaan pada berat kepala, bulu, isi rongga dada dan perut (Soeparno, 1992), oleh karenanya bobot potong lebih dari 90 kg memang meningkatkan hasil berat karkas tetapi persentase karkas yang dihasilkan akan menurun (Sihombing, 1997). Bobot potong optimum dapat dicapai jika terdapat interaksi antara jenis pakan yang diberikan, cara pemberian pakan, bangsa ternak, jenis kelamin dan kematangan seksual (Davendra dan Fuller, 1979). Persentase karkas babi dibagi menjadi beberapa kelas, kelas 1 menurut USDA  adalah 68-72% (Forrest, dkk. 1975). Besarnya persentase karkas dipengaruhi oleh faktor tipe dan ukuran ternak serta penanganan ternak, lamanya pemuasaan, serta banyaknya kotoran yang dikeluarkan (Soeparno, 1992).  Persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong (Forrest et. all, 1975), dinyatakan pula dengan meningkatnya presentase lemak karkas menyebabkan persentase otot dan tulang menurun. Persentase karkas normal berkisar antara 60-75% dari berat hidup. Persentase ini lebih tinggi pada babi dibandingkan dengan ternak lain seperti domba dan sapi karena babi tidak mempunyai rongga badan yang terlalu besar serta babi mempunyai lambung tunggal (Blakelly dan Bade, 1998).


Tebal Lemak Punggung

Pengukuran tebal lemak punggung pertama kali dilakukan tahun 1952 oleh Hazel dan Kline dengan alat yang disebut ”back fat probe” setelah itu sangat meluas penggunaannya maupun perkembangan teknologi peralatannya. Ukuran tebal lemak punggung secara langsung menggambarkan produksi lemak atau daging. Tebal lemak punggung babi yang tipis memberi persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya tebal lemak punggu yang tinggi memberi hasil persentase hasil daging yang rendah. Sejak tahun 1968 Lembaga USDA di Amerika Serikat telah menentukan suatu cara dalam penentuan kelas karkas dari babi siap potong.

Luas Urat Daging Mata Rusuk

Kualitas daging erat hubungannya dengan ukuran luas penampang otot longisimus (longisimus muscle area) sering juga disebut urat daging mata rusuk yang diukur diantara tulang rusuk ke 10 dan 11 (Miller, dkk. 1991). Luas urat daging mata rusuk dapat digunakan untuk menduga perdagingan karkas dan berat karkas karena terdapat korelasi dengan total daging pada karkas dimana yang lebih berat akan mempunyai ukuran penampang urat daging mata rusuk yang lebih besar.

Crampton dkk (1969), menjelaskan bahwa luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ternak. Menurut Figueroa (2001) yang meneliti pengaruh performans babi pertumbuhan finisher yang diberikan pakan rendah protein, rendah energi, tepung biji sorghum-kedelai memperoleh nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk sebesar 42,97 cm2. Menurut Soeparno (1992), luas urat daging mata rusuk dipengaruhi juga oleh bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan daging mata rusuk yang lebih luas.


BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian dan Ternak Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 55 kg dengan koefisien variasi kurang dari 10%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang berukuran 0,6 x 2 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng, dilengkapi tempat makan dan minum sebanyak 18 unit. Tiap kandang diberi nomor untuk memudahkan dalam pengontrolan dan pengambilan data.

Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1.      Timbangan duduk kapasitas 200 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk   menimbang berat ternak.

2.      Timbangan duduk kapasitas 15 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang jeroan.


3.      Timbangan gantung 150 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang berat karkas.

4.      Pisau, plastik mika transparan dan milimeter block untuk menentukan luas urat daging mata rusuk.

5.      Mistar untuk mengukur tebal lemak punggung.

Kulit Buah Pepaya

Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan Tepung Kulit Buah Pepaya didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan hingga kadar air 15% kemudian digiling hingga menjadi tepung.


Ransum Penelitian

Bahan makanan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, bungkil kedelai, tepung tulang, dedak padi, dan premix. Penyusunan ransum dilakukan berdasarkan pada kebutuhan zat-zat makanan yang dianjurkan National Research Council (1988).

Tepung kulit buah pepaya dicampur ke dalam ransum dalam jumlah dosis yang berbeda sebagai bahan yang akan diteliti pengaruhnya. Komposisi zat makanan dan susunan ransum yang digunakan masing-masing diperlihatkan pada Tabel 1, sedangkan kandungan ransum percobaan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya. 

Kandungan GiziRansum BasalTepung Kulit Buah Pepaya
EM (kkal)3244,82419
PK (%)1425,85
SK (%)7,52,39
Ca (%)0,3218,52
P (%)0,660,88

Sumber : Ransum basal (NRC, 1998) 

     Tepung kulit buah pepaya (Permana, 2007)        

Susunan Ransum

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian


Kandungan NutrisiRansum Penelitian
R0R1R2
EM (kkal)3244,83203,513162,22
PK (%)1414,592515,185
SK (%)7,58,0518,062
Ca (%)0,320,42350,527
P (%)0,660,6710,682

R0 = 100% ransum basal


R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian dan Tahap Penelitian

  1. Persiapan kandang, sanitasi kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum dan peralatan serta penimbangan bobot awal ternak sebelum penelitian dimulai. Setiap babi dimasukkan ke kandang individu dan memperoleh satu perlakuan secara acak.
  2. Adaptasi babi terhadap kandang, ransum, perlakuan dan lingkungan yang baru dilakukan selama 1 minggu, dan pemberian obat cacing.
  3. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ ekor dilakukan selama tiga kali sehari, pukul 07.00 dan 12.00 dan 16.00 WIB dengan jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.
  4. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan timbangan duduk pada pagi hari sebelum babi dibersihkan.
  5. Tepung Kulit Buah Pepaya di campur 5% dan 10% dalam ransum basal pada perlakuan R1 dan R2.
  6. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran ternak babi dan kotoran tersebut dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi  dimandikan agar  bersih dan merasa nyaman.
  7. Setelah babi mencapai bobot badan 90 kg babi siap dipotong, tetapi sebelum dipotong babi dipuasakan dahulu selama 18 jam untuk mengurangi stress dan menghindarkan kontaminasi isi saluran pencernaan terhadap karkas (Sihombing, 1997). Sesaat sebelum dipotong, ternak babi ditimbang bobot potongnya. Babi ditusuk pada leher bagian atas dekat rahang bawah menuju jantung. Bulu dihilangkan dengan cara dikerok setelah sebelumnya direndam dalam air panas dengan suhu 70°C selama 2 menit kemudian kepala dipisahkan dari tubuh.
  8. Setelah melalui sayatan lurus ditengah perut hingga dada pada tulang dada, rectum dibebaskan melalui anus dan isi perut serta dada dikeluarkan termasuk alat kelamin, vesica urinaria, diaphragma dan ekor.
  9. Tulang dada sampai dengan tulang ekor dipotong sehingga karkas pisah menjadi 2 bagian dan baru dilakukan penimbangan terhadap berat karkas dengan menggunakan timbangan digital.
  10. Antara tulang rusuk ke 10 dengan 11 dipotong dengan menggunakan pisau untuk digambar urat daging mata rusuknya (Miller, dkk. 1991) dengan menggunakan plastik mika transparan, kemudian diukur luasnya dengan menggunakan milimeter block.
  11. Tebal lemak punggung diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (Forest, et.al, 1975).

 

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian adalah :

  1. Persentase Karkas (%)

Diperoleh dari berat karkas (BK) dibagi bobot potong (BP) dikali 100% atau   dengan rumus :      


    Berat karkas             x  100%

    Berat potong

  1. Luas Urat Daging Mata Rusuk

Diukur dengan menggunakan milimeter block yang ditempelkan pada plastik mika yang telah digambar berdasarkan luas urat daging mata rusuk yang diamati kemudian dihitung berapa banyak kotak yang terisi penuh (Forrest, dkk.  1975).


3.   Tebal Lemak Punggung

      Diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (Forest, et.al, 1975).

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan  menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan, Salah satu perlakuan sebagai kontrol tanpa mengandung tepung kulit buah pepaya dan 2 perlakuan lainnya mengandung kulit buah pepaya dengan dosis yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan, sehingga penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi.

Model matematik yang digunakan (Steel dan Torrie, 1989) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yij = µ + αi + єij .


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Persentase Karkas

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah papaya pada ransum persentase karkas dapat dilihat  pada  Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Karkas Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuanRataan

(%)

R0R1R2
 ———————%——————— 
176,4705976,2430978,26087
277,7777877,0491876,53631
375,581478,0219877,04918
474,719175,7062178,57143
576,1363679,5454577,34807
678,4883777,966177,71739
Rata-rata76,5289377,42277,5805477,17716

 

Rata-rata persentase karkas secara keseluruhan adalah 77,17%, ini menunjukkan persentase tinggi termasuk ke dalam  kelas 1 menurut USDA yaitu antara 68-72%, ini disebabkan oleh rendahnya berat isi  jeroan dalam bobot potong yang optimal (90 kg). Bobot potong 90 kg adalah bobot potong optimal, dimana berat karkas tinggi, berat karkas sangat mempengaruhi persentase karkas (Hovorka dan Pavlik, 1973).

Berdasarkan pemberian dosis tepung buah kulit pepaya : 0; 5; dan 10% dalam ransum diperoleh persentase karkas berturut-turut : 76,52; 77,42 dan 77,58. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis kulit buah pepaya dalam ransum ternak babi pada penelitian ini  tidak berpengaruh terhadap persentase karkas. Hal ini disebabkan karena  persentase karkas merupakan hasil dari pembagi berat karkas dan berat potong jadi pada ternak yang bangsa sama cenderung memperoleh persentase yang sama pula. Penelitian ini sesuai dengan Rikas et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum kelinci tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan persentase karkas, tetapi memperbaiki efisiensi penggunaan ransum pada kelinci.


Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Luas Urat Daging Mata Rusuk

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap luas urat mata daging rusuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Luas Urat Daging Mata Rusuk Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuanRataan

(cm2)

R0R1R2
 ——————– cm2——————– 
134,641,042,8
235,742,239,6
337,540,641,5
441,040,441,0
538,039,039,7
636,939,342,0
Rata-rata37,2 a40,4  b41,1 b39,6

Ket. Huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak berbeda nyata

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan luas urat daging mata rusuk secara keseluruhan adalah 39,6 cm2. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan Figueroa (2001) yang meneliti nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk pada babi periode finisher yaitu sebesar 42,97 cm2. Berdasarkan pemberian dosis tepung kulit buah pepaya : 0; 5 dan 10 %, diperoleh persentase karkas berturut-turut : 37,28; 40,41 dan 41,1 cm2.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis tepung kulit buah pepaya dapat meningkatkan luas daging mata rusuk (p<0,05) karena  Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang cukup tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), sehingga dapat digunakan oleh ternak sebagai sumber asam amino untuk membentuk daging.   Selain itu  kulit buah papaya memiliki Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler.


Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Tebal Lemak Punggung

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap tebal lemak punggung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Tebal Lemak Punggung Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuanRataan

(cm)

R0R1R2
 ———————cm——————– 
13,32,82,5 
23,22,63,0
33,02,72,6
43,02,82,7
53,13,02,9
63,42,92,5
Rata-rata3,12,82,72,88

 

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan tebal lemak punggung secara keseluruhan adalah 2,88 cm. Hasil tersebut termasuk ke dalam kelas 1 sesuai dengan pendapat Forrest (1975) yang meneliti nilai rata-rata tebal lemak punggung pada babi periode finisher kelas 1 < 3,56 cm. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tebal lemak punggung dengan urutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah perlakuan R0 (3,1 cm), R1 (2,8cm), dan R2 (2,7 cm), untuk mengetahui pengaruh Kulit buah pepaya terhadap tebal lemak punggung dilakukan analis sidik ragam yang hasilnya adalah pemberian kulit buah pepaya dapat menurunkan tebal lemak punggung babi finisher  (p<0,05), dari sini dapat kita peroleh bahwa energi yang berlebihan pada ransum dengan adanya kulit tepung kulit buah papaya dapat di transformasi menjadi sumber protein tubuh. Enzim papain yang ada pada kulit buah papaya juga mampu meningkatkan kecernaan ransum terutama protein.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10 % dalam ransum tidak memberi pengaruh terhadap produksi karkas, tetapi berpengaruh nyata terhadap luas urat daging mata rusuk dan tebal lemak punggung babi periode finisher.

Tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10 % dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan alternatif sumber protein dalam ransum dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap produksi dan komponen karkas.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas maksimal penggunaan dosis tepung kulit buah pepaya yang memberikan pengaruh yang baik terhadap persentase karkas.

Penggunaan Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) bisa dijadikan alternatif 10% sebagai pakan alternative untuk ternak babi.


DAFTAR PUSTAKA

 

Atiya, dkk. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.


Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L.  1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.


Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi.

Kanisius.  Yogyakarta.


______________Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating (http://www.cybermed.cbn.net.id. Diakses 25 Juni 2008)

____________. Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida (http://www. Wikipedia. Com. Diakses 25 Juni 2008)

____________. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril (http://www.asiamaya.com. Diakses 25 Juni 2008)

KLIK LINK DIBAWAH UNTUK MENDUKUNG AGAR BLOG INI TETAP ADA: TRIMS!



◄ Newer Post Older Post ►