Jumat, 10 September 2010

Modernisasi Pemasaran Kelinci




kontes kelinciKurun waktu tiga tahun terakhir ini pembicaraan pemeliharaan kelinci, baik peternakan maupun hobies semakin meningkat. Peranan media rupanya mampu menarik perhatian masyarakat terhadap kelinci, makhluk unik yang memiliki kelebihan di banding hewan ternak lain itu. Peternakan kelinci di berbagai daerah semakin menggeliat. Bahkan peternakan kelinci di Lembang yang selama ini adem ayem, alias stagnan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya akhirnya harus menjadi sasaran pasar utama untuk pembibitan. Semua karena media. Melalui media, masyarakat berinteraksi dan kemudian banyak yang berminat memelihara kelinci impor skala rumahan.

Tetapi media mana yang menggerakkan hal ini?

Internet, sedangkan media cetak maupun televisi tidak begitu berperan. Melalui internetlah komunikasi dan publikasi itu kemudian menyebarkan gagasan yang berujung pada tindakan. “Rata-rata, orang jauh tahu peternakan saya setelah mendapat alamat saya dari internet,”kata Asep Sutisna, Raja Kelinci dari Lembang Bandung. Menurut Asep, beberapa kali media cetak dan televisi memang menayangkan liputan peternakannya. Tetapi televisi tak menggerakkan masyarakat dating karena tiada alamat lengkap. Sedangkan media cetak, terutama koran harian beritanya hanya bertahan sehari. Alias banyak orang yang luput membaca.

Hal senada juga diakui peternak Kelinci asal Blora, Wagiyo. “Ada banyak orang mencari kelinci ke saya. Katanya tahu alamat dari internet, padahal saya tidak tahu apa itu internet,”tutur pemilik kelinci pedaging itu. Setelah diusut, ternyata saudara Wagiyo yang di Semarang yang mempublikasikan peternakannya lewat internet. Dari situ kelinci Wagiyo pun laris. Saking larisnya sering kelabakan memenuhi permintaan, bahkan hanya mampu memenuhui 10 persen permintaan.

Pasar kelinci terus meningat. Peningkatan ini bukan semata karena kesenangan orang kota memburu satwa untuk piaraan hias, melainkan juga kebutuhan masyarakat mendapatkan induk kelinci impor jenis besar, terutama New Zealand, Flemish Giant dan English Spot. Dari hari ke hari grafik naik terus, dan mungkin tidak akan pernah turun sebelum pasokan kelinci memang banyak.


Anehnya, gejolak ini tak pernah direspon media cetak, minimal media cetak agribisnis dan peternakan. Padahal kalau mau berpikir pragmatis, sebuah media cetak yang rutin menyajikan ulasan kelinci dipastikan akan laris manis karena penggemar kelinci saat jumlahnya mencapai ribuan orang. Dari ribuan penggemar itu rata-rata membutuhkan informasi dan pengetahuan tentang kiat ternak kelinci secara tepat dan baik. Ini bisa dilihat dari beberapa blog dan website. Ribuan calon peternak itu begitu serius belajar dari nol untuk memulai peternakan kelincinya. Tak heran jika buku-buku kelinci pun laris manis.

Jika sebuah media cetak peternakan atau agribisnis mengambil peluang pembaca dipastikan oplagnya akan naik, tentu jika setiap pemuatan itu sering dikabarkan melalui forum diskusi di millist kelinci, atau ditayangkan melalui situs tertentu. Akan lebih baik jika media-media tersebut memuat pembahasan khusus tentang kelinci supaya masyarakat hafal bahwa media tersebut layak dibeli karena mengulas masalah perkelincian.  Di luar internet, pangsa pembaca media cetak pada segmen kelinci sangat luas karena sebagian besar masyarakat kita belum terintegrasi dengan internet. Itu pasti.

◄ Newer Post Older Post ►