Kerusakan ekosistem kawasan daerah tujuan objek wisata Danau Toba, Sumatera Utara, semakin sulit dikendalikan akibat aktifitas ekonomi masyarakat setempat dan perusahaan asing yang beroperasi sejak tahun 1990-an.
“Aktifitas masyarakat setempat dalam pemanfaatan kawasan danau untuk kehidupan sehari-hari telah berlangsung lama dan semakin sulit untuk dikendalikan,” kata Kepala Bidang Bina Teknologi Lingkungan Badan Pengendalian dan Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumut, Rosdiana Simarmata, kepada ANTARA di Medan, Selasa [01/04] .
Menurut dia, berdasarkan hasil survei pihaknya pada pertengahan Desember 2007 terdapat 87 persen penduduk di sekitar danau menggunakann air danau sebagai air baku untuk air minum dan kegiatan sehari-hari seperti mencuci dan mandi.
Kemudian air danau digunakan untuk budidaya ikan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) yang berjumlah 5.612 unit pada 56 lokasi dan 51 lokasi diantaranya milik masyarakat sedangkan sisanyna lima lokasi milik perusahaan asing asal Belanda PT Aqua Farm. “Sisa-sisa pakan ikan budi daya keramba itu mengakibatkan tumbuhan gulma enceng gondok, kemudian lumut laut subur dan menutupi area Danau Toba dan mengurangi keindahan kawasan wisata alam itu,” katanya.
Kondisi itu mengakibatkan tanaman enceng gondok dan bunga teratai tumbuh di 94 lokasi dan menutupi permukaan Danau Toba seperti di daerah Tigaraja dengan ketebalan tumbuhan setinggi 20 meter.
Selain itu terdapat juga kegiatan penambangan ilegal di sejumlah lereng dan tebing danau oleh masyarakat seperti penambangan di daerah Horsik dan Panamean. Akibatnya danau yang terbentuk dari letusan gunung berapi yang memiliki luas 1.103 kilometer persegi ini dan disebut-sebut merupakan salah satu danau terindah di dunia itu, mengalami degradasi estetika.
Padahal pemerintah Gubernur Sumatera Utara saat dijabat oleh T Rizal Nurdin pada tahun 2004 telah membentuk suatu badan otoritas Lake Toba Ecosystem Management Plan (LTEMP) yang bertujuan untuk memulihkan dan menjaga ekosistem Danau Toba bersama sembilan pemerintah kabupaten/kota terkait yakni Tapanuli Utara, Humbang Hasudutan, Toba Samosir, Samosir, Simalungun, Karo, Dairi, Asahan dan Tanjung Balai. “Namun peran dari badan otoritas itu memang belum maksimal karena belum adanya pemahaman yang sama dalam pengembangan Danau Toba untuk objek wisata, padahal salah satu even untuk mendatang turis akan digelar di daerah itu pada tahun ini” ujarnya.