"Kalau dihitung secara kasar, hampir 70 persen hutan di sekitar Danau Toba telah rusak," kata Ketua ESDT, Mangaliat Simarmata, di Medan, Selasa.
Mangaliat mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan hampir sebagian besar hutan penyangga Danau Toba itu menjadi rusak.
Di antaranya, kata dia, adanya kegiatan pertambangan, praktik pembalakan liar, dan pemanfaatan hutan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dulu dikenal dengan PT Inti Indorayon Utama.
Kerusakan hutan penyangga itu menyebabkan sebagian besar daerah yang berada di sekitar kawasan Danau Toba menjadi rawan terhadap bencana alam seperti banjir bandang dan longsor.
Ia mencontohkan musibah banjir bandang yang terjadi di Desa Sabulan dan Desa Rangsang Bosi, Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir pada 29 April 2010. Dalam banjir itu, terlihat cukup banyak bebatuan dan potongan kayu yang ikut hanyut karena tidak mampu menahan jumlah air yang banyak akibat menerima curah hujan cukup tinggi.
Pihaknya telah memperkirakan sejak lama jika musibah seperti itu akan terjadi karena daerah di sekitar Danau Toba sudah rawan disebabkan tidak didukung penyangga hutan yang memadai.
"Bencana di daerah sekitar kawasan Danau Toba hanya menunggu waktu," kata aktivis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumut (Bakumsu) itu.
Contoh lain, kata Mangaliat, dapat dilihat dari keberadaan 11 anak sungai yang hulunya berasal Kabupaten Dairi yang digunakan sebagai penggerak turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lau Renun.
Dalam observasi awal proyek PLTA Lau Renun itu, keberadaan debit air di 11 anak sungai tersebut memadai untuk menggerak turbin pembangkit listrik sehingga proyek itu dicanangkan.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu dan banyaknya kerusakan hutan, debit air di 11 anak sungai itu menurun sehingga tidak mencukupi untuk menggerak turbin pembangkit listrik.
"Akibatnya, proyek PLTA Lau Renun belum dapat dilaksanakan hingga saat ini," katanya.
Selaku putera Desa Lumban Susuhi Kecamatan Pangururan, Samosir, Mangaliat Simarmata mengaku heran dengan dibiarkannya pemanfaatan hutan, termasuk hutan lindung yang menjadi penyangga Danau Toba.
Ia mencontohkan kawasan hutan lindung yang berada sekitar 10 Km di atas di Kecamatan Sitio-tio yang sekitar 2.600 hektare dimanfaatkan menjadi hutan tanaman industri (HTI) PT TPL.
"Aneh, itu kan hutan lindung, tapi ada HPH-nya," kata Mangaliat.
Sebelumnya, musibah banjir bandang terjadi di Desa Rangsang Bosi dan Desa Sabulan, Sitio-tio, Samosir pada Kamis (29/4) malam sekitar pukul 21.00 WIB.
Akibat musibah itu, lima warga Samosir, Marsaulina boru Situmorang (15), Lidya boru Tamba (48), Marintan Rumada Situmorang (4), Pegang Hasudungan Situmorang (9) dan Samuel Aldo Situmorang (10) hanyut dibawa air.
Dalam pencarian yang dilakukan pihak kepolisian, Marsaulina boru Situmorang dan Lidya boru Tamba berhasil ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.