Film aksi pernah begitu digemari pecinta film tanah air. Era 1980-an menandai masa keemasan genre ini. Di era itu lahir bintang-bintang laga yang kini sudah bisa disebut “legend” macam Barry Prima, Advent Bangun, maupun George Rudy. Sayang di kemudian hari, film esek-esek lebih mendominasi era 1990-an. Sedang era 2000-an lebih banyak dipenuhi film horor dan beberapa tahun terakhir muncul varian barunya: Film horor mesum.
kita Seharusnya memberi penghormatan pada bintang-bintang laga tanah air yang pernah mengisi hari-hari kita di bioskop, layar tancap, maupun televisi dari era 1970-an, 1980-an, 1990-an hingga masa kini.
Sungguh mengasyikan saat melakukan proses memilih sekitar 10 bintang laga untuk daftar ini. Kami seperti mengelana ke mesin waktu, menjelajahi masa kecil kami, mengingat-ingat lagi momen saat nonton para aktor laga beraksi di film masing-masing. Saya, misalnya, mengenang saat-saat nonton layar tancap di acara kawinan menyaksikan film-film Barry Prima, Advent Bangun, dan George Rudy (lidah saya dulu melafalkannya sesuai ejaan hurufnya ge-or-ge, kawan-kawan saya: gege, bukan persis orang bule bilang “George”).Oke, camera! Action! “CIAAAATTTTT!!!!”
Berikut ini Daftar 11 Aktor Artis Bintang Laga Indonesia Paling Top :
10. Elly Ermawati
Elly Ermawati jadi satu-satunya perempuan yang masuk daftar jagoan paling top versi kami. Sebetulnya ada Cindy Rothrock yang main beberapa film nasional. Tapi “bidadari berambut emas” itu orang bule. Ia hanya direkrut produser untuk main film aksi bikinan tanah air. Elly di lain pihak semula dikenal sebagai pengisi suara tokoh Mantili di sandiwara radio era 1980-an, Saur Sepuh. Begitu sandiwara radionya hendak diangkat ke layar lebar, Elly kembali dipercaya sutradara Imam Tantowi untuk memerankan tokoh tersebut. Ini menandakan satu hal: Elly sudah demikian klop dengan tokoh Mantili. Suaranya khas. Selain itu, perawakan Elly rupanya dianggap pas untuk memerankan Mantili di versi film. Mantili, adik Brama Kumbara, adalah sosok yang mudah tersulut emosinya. Ia punya pedang setan dan pedang perak. Pedang setan akan mengeluarkan asap beracun sementara pedang perak mampu membutakan mata. Mantili mempunyai musuh bebuyutan Lasmini (Murti Sari Dewi), wanita jahat yang memendam cinta pada kakaknya.
9. Lamting
Nama lengkapnya Lamting Saputra. Aslinya ia atlet taekwondo nasional. Pada 1997, saat tabloid ini mewawancarainya, Lamting mengatakan memegang Dan IV Taekwondo. Di tahun 1980-an dan 1990-an, lazim sineas mengajak atlet beladiri main film laga. Apalagi bila dari sananya sang atlet sudah punya modal tampang gangteng. Lamting tak terkecuali yang diajak serta main film dan kemudian kepincut terus jadi aktor laga. Pada 1993, Lamting resmi berhenti jadi atlet dan fokus main film dan sinetron. Ia antara lain membintangi Saur Sepuh II (Pesanggrahan Keramat) tahun 1988 serta Tutur Tinular versi 1990-an berperan sebagai Lou Shi Shan. Lamting beruntung punya wajah oriental. Saat sebuah cerita film laga menuntut peran tokoh dari China, misalnya, daripada mengajak serta aktor asli Mandarin, Lamting yang diajak main.
8. Anto Wijaya
Nama aslinya Saptapara Ichtijanto. Nama beken: Anto Wijaya. Di penghujung 1990-an, badannya tegap. Tinggi/berat 181 cm/78 kg, sangat cocok menghidupkan peran Brama Kumbara di sinetron laga kolosal Singgasana Brahma Kumbara. Anto kemudian dipercaya memerankan Arya Kamandanu di Tutur Tinular 1990-an serta jadi Sembara dalam Misteri Gunung Merapi. Sebetulnya, Anto tak punya latar belakang beladiri. Pria kelahiran Surabaya, 10 November 1969 ini mengawali kariernya sebagai model. Pada usia 19 tahun ia sudah bergabung dengan sebuah kelompok model di kota pahlawan. Akhirnya, Jakarta dirambahnya. Pada 1991, ia menang The Best Model Pageant. Sejak itu jalan jadi bintang film dan sinetron terbuka untuknya. Tampang jadulnya—sebuah tampang yang mengesankan seorang raja/pendekar rimba persilatan yang penuh wibawa,rupanya sangat cocok bagi sinetron laga-kolosal. “Padahal saya tidak bisa beladiri,” akunya. Well, tak perlu jago silat ntuk jadi bintang laga. Yang penting jago akting dan tampang pas. Dua hal itu dimiliki Anto.
7. Dede Yusuf
Sekarang, orang mengenalnya sebagai politisi, orang nomor dua di provinsi Jawa Barat. Tapi, Dede Yusuf, atawa nama aslinya Yusuf Macan Effendi, mengawali semuanya sebagai atlet taekwondo. Dede, nama kecilnya, sejak duduk di bangku SMP sudah menekuni beladiri itu. Sebagai atlet, Dede, kelahiran 14 September 1966, kerap mengikuti kejuaraan nasional. Mulanya, Dede menekuni olahraga itu untuk menghalau kegalauan hatinya. Orangtuanya (Tammy Efendi dan Rahayu Effendi) bercerai. Dede kecil memberontak. Untung pelampiasan masalah itu dilarikannya ke hal positif, beladiri taekwondo. Jalan jadi bintang film mulai terbuka tahun 1984 saat Dede terjun sebagai model. Wajah Dede kerap muncul di majalah-majalah remaja. Dua tahun kemudian, Dede ditawari main film. Di antaranya jadi sahabat Onky Alexander di film Catatan Si Boy. Walau perannya sebagai pendukung, tapi karena film Catatan Si Boy yang dibintanginya sukses, pamor Dede ikut naik. Apalagi setelah peran Jojo, pemuda baik hati yang jago berkelahi demi membela kebenaran di serial drama TVRI Jendela Rumah Kita mempir padanya tahun 1988. Sejak itu, seperti pernah dikatakannya, “Jojo itu Dede, Dede itu Jojo.” Menginjak awal 1990-an, setelah main beberapa film layar lebar, Dede menggarap sinetron laga Jalan Membara dan dilanjutkan Jalan Makin Membara.
6. Ratno Timoer
Ratno Timoer atau Ahmad Suratno tak sekadar aktor yang rutin main film. Ia layak disebut sebagai tokoh perfilman nasional. Namanya populer di tahun 1970-an dan pernah pula mejabat Ketua Umum PARFI (selama 3 periode), yang di masa Orde Baru Soeharto sangat terhormat dan strategis—karena berarti langsung jadi anggota MPR. Namun bukan kiprahnya sebagai tokoh perfilman yang hendak dikenang di sini, melainkan perannya sebagai Barda Mandrawata, pendekar buta yang mengelana dengan tongkatnya, dari komik Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes TH. Ratno beruntung mendapat peran legendaris itu saat versi filmnya dibuat tahun 1970. Untuk perannya, Ratno tak membutuhkan banyak adegan laga yang rumit. Walau tak banyak adegan laga yang dilakukannya, Ratno dianggap sangat pas memerankan pendekar buta itu. Hingga sekuelnya dibuat beberapa kali, Ratno terus yang memerankannya. Ia meninggal di usia 60 tahun pada 22 Desember 2002 karena serangan jantung dan stroke, setelah 9 hari dirawat di rumah sakit.
5. Iko Uwais & Yayan Ruhian
Ini dua aktor laga pasca 2000-an. Iko Uwais dan Yayan Ruhian datang entah dari mana, menghentak jagat perfilman tanah air pada 2009 lewat Merantau. Sutradara asal Wales, Inggris, Gareth Evans, yang baru saja membuat dokumenter pencak silat bertemu dengan dua pesilat ini, Iko dan Yayan. Sebuah plot dan skenario film laga kemudian disusun buat mereka. Hasilnya jadilah Merantau, sebuah film laga yang mengenalkan lagi silat pada penonton bioskop zaman kiwari. Kolaborasi trio Evans, Iko, dan Yayan berlanjut ke The Raid yang rilis di bioskop Maret ini. Menonton Merantau dan kemudian The Raid, melihat Iko dan Yayan bertarung bak duo musuh bebuyutan seperti melihat Barry Prima dan Advent Bangun masa kini. Iko, dengan modal wajah gantengnya jadi jagoan (protagonis), sedang Yayan langganan jadi penjahat (antagonis). Pertarungan Iko dan Yayan menjadi puncak baik di Merantau maupun The Raid. Di pundak mereka berdua masa depan genre laga perfilman nasional kini dibebankan.
4. Willy Dozan
Ketika Willy Dozan masih SD di Magelang, seperti diceritakannya pada kami, ia pernah memukul preman yang biasa memalaknya setelah ikut berlatih kungfu di sebuah vihara. Usai lulus SMA, nasib membawanya ke Bandung dan bertemu aktris Lenny Marlina yang kemudian mengenalkannya pada sutradara Nawi Ismail. Willy remaja diajak main film Pembalasan Si Pitung: Dji’ih (1977) sebagai jagoan berdarah Tiongkok yang ayahnya disiksa kompeni. Film itu proses editingnya di Hong Kong. Sineas Hong Kong melihat film itu dan mengajaknya main film. Tak mau menyia-nyiakan, Willy mengambil kesempatan itu. Ia go international jadi bintang kungfu perfilman Hong Kong. Namanya berganti jadi Billy Chong atau Chuang Chen lie. Film pertamanya di negeri asal Jacky Chan itu Crystal Fist atau Jade Claw dalam versi Amerikanya. Willy antara lain main film-film Sun Dragon/A Hard way Today (1979), Super Power (1981), Kungfu Executioner (1981), Kungfu Zombie (1982), Kungfu from Beyond the Grave (1982) dan banyak lagi. Pulang ke Indonesia, ia main beberapa film laga. Tapi seiring film lesu pada 1990-an Willy menciptakan genre baru di jagat persinetronan. Jika kebanyakan sinetron bertema cinta dan drama, Willy memproduksi sekaligus menyutradarai sinetron laga. Deru Debu lahir tahun 1994 dan menuai sukses. Nama Willy makin berkibar. Dengan jalan memutar, ia berkelana ke Hong Kong lalu kembai ke tanah air, menguasai rimba persilatan.
3. George Rudy
Tahun lalu, kami bertemu George Rudy. Di usia 57 tahun ia masih terlihat atletis. Tubuhnya masih kekar dan sehat. Untuk membuktikannya, George bilang, “Sampai sekarang saya masih bisa split. Mau bukti?” George kemudian melakukan split dengan sempurna, tanpa pemanasan lebih dulu. Seperti banyak aktor laga lain, George punya modal kemampuan beladiri. Sejak SMA kelas 2 di Jember, ia berlatih karate Kyokushin. Saat usianya 19 tahun di tahun 1973, ia sudah Dan I. Pada 1975, ia ikut World Open Karate Tournament I di Tokyo, Jepang. Tampang ganteng dan jago beladiri membawanya jadi bintang laga. George antara lain main film Pembalasan Naga sakti (1976), Balada Dua Jagoan (1977), Lebak Membara (1982), Jaka Gledek (1983), Serigala Jalanan (1990), Daerah Jagoan (1991), dan Bidadari Berambut Emas (1992). Ditanya apa film-film paling berkesan George menjawab, “Terutama yang main sama Suzzana (di antaranya Nyi Blorong, Telaga Angker, Bangunnya Nyi Roro Kidul, dan Petualangan Cinta Nyi Blorong). Lebak Membara juga berkesan. Ledakan saat adegan perangnya lebih hebat dari film sekarang.” George punya mimpi main film aksi macam The Expendables yang mengumpulkan para bintang laga lawas di satu film. Wah, kalau terwujud seru tuh.
2. Advent Bangun
Jagat perfilman tak hanya butuh jagoan tampan, tapi juga penjahat bengis. Siapa pun tahu Advent Bangun aktor laga yang hampir selalu kebagian peran antagonis. Sebagai atlet karate, Advent jadi juara nasional tahun 1971. Karateka penyandang Dan VI ini memulai kariernya lewat film laga berjudul Sepasang Cakar Rajawali tahun 1976. Kemampuan beladirinya membuat banyak sutradara kesengsem. Tampangnya yang bengis dan sangar, serta perawakannya yang tinggi besar membuatya langganan peran antagonis. Bukan sembarang antagonis, tentu. Di banyak film laga yang dibintanginya, Advent biasanya jadi musuh paling sulit dibunuh. Ia biasanya mati di akhir film saat pertarungan klimaks melawan sang jagoan. Oleh sebab itu, selain paling terkenang akan aksi sang jagoan, penonton film laga era 1990-an juga terkenang-kenang pada sosok Advent. Biasanya, Advent diadu dengan Barry Prima. Keduanya menjadi ikon film laga nasional. Bila Barry ikon jagoan yang baik, Advent ikon penjahat. Kini hidup Advent jauh dari gemerlap dunia hiburan. Ia kini menjadi pendeta, dengan nama barunya Pendeta Muda Thomas Bangun.
1. Barry Prima
Siapa tak kenal dia? Di tahun 1980-an dialah raja film laga nasional. Semua film yang dilakoninya adalah film laga. Sebut saja, semua seri Jaka Sembung, Golok setan, Membakar Matahari, Serbuan Halilintar, Serigala, Pasukan Berani Mati, Menumpas Teroris, Komando Samber Nyawa, Nyi Ageng Ratu Pemikat, Siluman Serigala Putih, Pendekar Bukit Tengkorak, Revenge of the Ninja, Jampang, atau Pertarungan Terakhir, Macho, hingga Panther. Saat perfilman Indonesia bangkit lagi di tahun 2000-an banyak yang mengira karier pemilik nama asli Bertus Knoch sudah habis. Sulit membayangkan generasi baru perfilman kita memberi tempat bagi aksi laga Barry. Tapi memang tidak. Tapi Barry diberi tempat dengan cara lain. Adalah Joko Anwar yang pada 2005 memberinya peran kecil sebagai sopir taksi di Janji Joni. Sedang Upi memberinya peran sebagai banci/pria transeksual di Realita Cinta, dan Rock 'n Roll. Apa yang dilakukan Joko dan Upi adalah membongkar ulang gambaran Barry yang sudah tertanam di benak penonton selama bertahun-tahun. Barry yang perkasa tiba-tiba muncul dalam wujud sopir taksi dan “perempuan”. Hasilnya memang asyik. Barry berhasil mencuri perhatian kita. Namun, apa berhasil membongkar gambaran Barry sang jagoan? Tentu tidak. Hingga kini, film-film lawas Barry Prima masih bisa ditemukan di lapak-lapak VCD/DVD di Glodok, Jakarta Barat, masih terus dicari orang. Bagi mereka, Barry Prima tetaplah jagoan yang punya gaya khas menggigit golok (seperti di Jaka Sembung) atau lirikan matanya yang tajam saat mengintai lawan.
kita Seharusnya memberi penghormatan pada bintang-bintang laga tanah air yang pernah mengisi hari-hari kita di bioskop, layar tancap, maupun televisi dari era 1970-an, 1980-an, 1990-an hingga masa kini.
Sungguh mengasyikan saat melakukan proses memilih sekitar 10 bintang laga untuk daftar ini. Kami seperti mengelana ke mesin waktu, menjelajahi masa kecil kami, mengingat-ingat lagi momen saat nonton para aktor laga beraksi di film masing-masing. Saya, misalnya, mengenang saat-saat nonton layar tancap di acara kawinan menyaksikan film-film Barry Prima, Advent Bangun, dan George Rudy (lidah saya dulu melafalkannya sesuai ejaan hurufnya ge-or-ge, kawan-kawan saya: gege, bukan persis orang bule bilang “George”).Oke, camera! Action! “CIAAAATTTTT!!!!”
Berikut ini Daftar 11 Aktor Artis Bintang Laga Indonesia Paling Top :
10. Elly Ermawati
Elly Ermawati jadi satu-satunya perempuan yang masuk daftar jagoan paling top versi kami. Sebetulnya ada Cindy Rothrock yang main beberapa film nasional. Tapi “bidadari berambut emas” itu orang bule. Ia hanya direkrut produser untuk main film aksi bikinan tanah air. Elly di lain pihak semula dikenal sebagai pengisi suara tokoh Mantili di sandiwara radio era 1980-an, Saur Sepuh. Begitu sandiwara radionya hendak diangkat ke layar lebar, Elly kembali dipercaya sutradara Imam Tantowi untuk memerankan tokoh tersebut. Ini menandakan satu hal: Elly sudah demikian klop dengan tokoh Mantili. Suaranya khas. Selain itu, perawakan Elly rupanya dianggap pas untuk memerankan Mantili di versi film. Mantili, adik Brama Kumbara, adalah sosok yang mudah tersulut emosinya. Ia punya pedang setan dan pedang perak. Pedang setan akan mengeluarkan asap beracun sementara pedang perak mampu membutakan mata. Mantili mempunyai musuh bebuyutan Lasmini (Murti Sari Dewi), wanita jahat yang memendam cinta pada kakaknya.
9. Lamting
Nama lengkapnya Lamting Saputra. Aslinya ia atlet taekwondo nasional. Pada 1997, saat tabloid ini mewawancarainya, Lamting mengatakan memegang Dan IV Taekwondo. Di tahun 1980-an dan 1990-an, lazim sineas mengajak atlet beladiri main film laga. Apalagi bila dari sananya sang atlet sudah punya modal tampang gangteng. Lamting tak terkecuali yang diajak serta main film dan kemudian kepincut terus jadi aktor laga. Pada 1993, Lamting resmi berhenti jadi atlet dan fokus main film dan sinetron. Ia antara lain membintangi Saur Sepuh II (Pesanggrahan Keramat) tahun 1988 serta Tutur Tinular versi 1990-an berperan sebagai Lou Shi Shan. Lamting beruntung punya wajah oriental. Saat sebuah cerita film laga menuntut peran tokoh dari China, misalnya, daripada mengajak serta aktor asli Mandarin, Lamting yang diajak main.
8. Anto Wijaya
Nama aslinya Saptapara Ichtijanto. Nama beken: Anto Wijaya. Di penghujung 1990-an, badannya tegap. Tinggi/berat 181 cm/78 kg, sangat cocok menghidupkan peran Brama Kumbara di sinetron laga kolosal Singgasana Brahma Kumbara. Anto kemudian dipercaya memerankan Arya Kamandanu di Tutur Tinular 1990-an serta jadi Sembara dalam Misteri Gunung Merapi. Sebetulnya, Anto tak punya latar belakang beladiri. Pria kelahiran Surabaya, 10 November 1969 ini mengawali kariernya sebagai model. Pada usia 19 tahun ia sudah bergabung dengan sebuah kelompok model di kota pahlawan. Akhirnya, Jakarta dirambahnya. Pada 1991, ia menang The Best Model Pageant. Sejak itu jalan jadi bintang film dan sinetron terbuka untuknya. Tampang jadulnya—sebuah tampang yang mengesankan seorang raja/pendekar rimba persilatan yang penuh wibawa,rupanya sangat cocok bagi sinetron laga-kolosal. “Padahal saya tidak bisa beladiri,” akunya. Well, tak perlu jago silat ntuk jadi bintang laga. Yang penting jago akting dan tampang pas. Dua hal itu dimiliki Anto.
7. Dede Yusuf
Sekarang, orang mengenalnya sebagai politisi, orang nomor dua di provinsi Jawa Barat. Tapi, Dede Yusuf, atawa nama aslinya Yusuf Macan Effendi, mengawali semuanya sebagai atlet taekwondo. Dede, nama kecilnya, sejak duduk di bangku SMP sudah menekuni beladiri itu. Sebagai atlet, Dede, kelahiran 14 September 1966, kerap mengikuti kejuaraan nasional. Mulanya, Dede menekuni olahraga itu untuk menghalau kegalauan hatinya. Orangtuanya (Tammy Efendi dan Rahayu Effendi) bercerai. Dede kecil memberontak. Untung pelampiasan masalah itu dilarikannya ke hal positif, beladiri taekwondo. Jalan jadi bintang film mulai terbuka tahun 1984 saat Dede terjun sebagai model. Wajah Dede kerap muncul di majalah-majalah remaja. Dua tahun kemudian, Dede ditawari main film. Di antaranya jadi sahabat Onky Alexander di film Catatan Si Boy. Walau perannya sebagai pendukung, tapi karena film Catatan Si Boy yang dibintanginya sukses, pamor Dede ikut naik. Apalagi setelah peran Jojo, pemuda baik hati yang jago berkelahi demi membela kebenaran di serial drama TVRI Jendela Rumah Kita mempir padanya tahun 1988. Sejak itu, seperti pernah dikatakannya, “Jojo itu Dede, Dede itu Jojo.” Menginjak awal 1990-an, setelah main beberapa film layar lebar, Dede menggarap sinetron laga Jalan Membara dan dilanjutkan Jalan Makin Membara.
6. Ratno Timoer
Ratno Timoer atau Ahmad Suratno tak sekadar aktor yang rutin main film. Ia layak disebut sebagai tokoh perfilman nasional. Namanya populer di tahun 1970-an dan pernah pula mejabat Ketua Umum PARFI (selama 3 periode), yang di masa Orde Baru Soeharto sangat terhormat dan strategis—karena berarti langsung jadi anggota MPR. Namun bukan kiprahnya sebagai tokoh perfilman yang hendak dikenang di sini, melainkan perannya sebagai Barda Mandrawata, pendekar buta yang mengelana dengan tongkatnya, dari komik Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes TH. Ratno beruntung mendapat peran legendaris itu saat versi filmnya dibuat tahun 1970. Untuk perannya, Ratno tak membutuhkan banyak adegan laga yang rumit. Walau tak banyak adegan laga yang dilakukannya, Ratno dianggap sangat pas memerankan pendekar buta itu. Hingga sekuelnya dibuat beberapa kali, Ratno terus yang memerankannya. Ia meninggal di usia 60 tahun pada 22 Desember 2002 karena serangan jantung dan stroke, setelah 9 hari dirawat di rumah sakit.
5. Iko Uwais & Yayan Ruhian
Ini dua aktor laga pasca 2000-an. Iko Uwais dan Yayan Ruhian datang entah dari mana, menghentak jagat perfilman tanah air pada 2009 lewat Merantau. Sutradara asal Wales, Inggris, Gareth Evans, yang baru saja membuat dokumenter pencak silat bertemu dengan dua pesilat ini, Iko dan Yayan. Sebuah plot dan skenario film laga kemudian disusun buat mereka. Hasilnya jadilah Merantau, sebuah film laga yang mengenalkan lagi silat pada penonton bioskop zaman kiwari. Kolaborasi trio Evans, Iko, dan Yayan berlanjut ke The Raid yang rilis di bioskop Maret ini. Menonton Merantau dan kemudian The Raid, melihat Iko dan Yayan bertarung bak duo musuh bebuyutan seperti melihat Barry Prima dan Advent Bangun masa kini. Iko, dengan modal wajah gantengnya jadi jagoan (protagonis), sedang Yayan langganan jadi penjahat (antagonis). Pertarungan Iko dan Yayan menjadi puncak baik di Merantau maupun The Raid. Di pundak mereka berdua masa depan genre laga perfilman nasional kini dibebankan.
4. Willy Dozan
Ketika Willy Dozan masih SD di Magelang, seperti diceritakannya pada kami, ia pernah memukul preman yang biasa memalaknya setelah ikut berlatih kungfu di sebuah vihara. Usai lulus SMA, nasib membawanya ke Bandung dan bertemu aktris Lenny Marlina yang kemudian mengenalkannya pada sutradara Nawi Ismail. Willy remaja diajak main film Pembalasan Si Pitung: Dji’ih (1977) sebagai jagoan berdarah Tiongkok yang ayahnya disiksa kompeni. Film itu proses editingnya di Hong Kong. Sineas Hong Kong melihat film itu dan mengajaknya main film. Tak mau menyia-nyiakan, Willy mengambil kesempatan itu. Ia go international jadi bintang kungfu perfilman Hong Kong. Namanya berganti jadi Billy Chong atau Chuang Chen lie. Film pertamanya di negeri asal Jacky Chan itu Crystal Fist atau Jade Claw dalam versi Amerikanya. Willy antara lain main film-film Sun Dragon/A Hard way Today (1979), Super Power (1981), Kungfu Executioner (1981), Kungfu Zombie (1982), Kungfu from Beyond the Grave (1982) dan banyak lagi. Pulang ke Indonesia, ia main beberapa film laga. Tapi seiring film lesu pada 1990-an Willy menciptakan genre baru di jagat persinetronan. Jika kebanyakan sinetron bertema cinta dan drama, Willy memproduksi sekaligus menyutradarai sinetron laga. Deru Debu lahir tahun 1994 dan menuai sukses. Nama Willy makin berkibar. Dengan jalan memutar, ia berkelana ke Hong Kong lalu kembai ke tanah air, menguasai rimba persilatan.
3. George Rudy
Tahun lalu, kami bertemu George Rudy. Di usia 57 tahun ia masih terlihat atletis. Tubuhnya masih kekar dan sehat. Untuk membuktikannya, George bilang, “Sampai sekarang saya masih bisa split. Mau bukti?” George kemudian melakukan split dengan sempurna, tanpa pemanasan lebih dulu. Seperti banyak aktor laga lain, George punya modal kemampuan beladiri. Sejak SMA kelas 2 di Jember, ia berlatih karate Kyokushin. Saat usianya 19 tahun di tahun 1973, ia sudah Dan I. Pada 1975, ia ikut World Open Karate Tournament I di Tokyo, Jepang. Tampang ganteng dan jago beladiri membawanya jadi bintang laga. George antara lain main film Pembalasan Naga sakti (1976), Balada Dua Jagoan (1977), Lebak Membara (1982), Jaka Gledek (1983), Serigala Jalanan (1990), Daerah Jagoan (1991), dan Bidadari Berambut Emas (1992). Ditanya apa film-film paling berkesan George menjawab, “Terutama yang main sama Suzzana (di antaranya Nyi Blorong, Telaga Angker, Bangunnya Nyi Roro Kidul, dan Petualangan Cinta Nyi Blorong). Lebak Membara juga berkesan. Ledakan saat adegan perangnya lebih hebat dari film sekarang.” George punya mimpi main film aksi macam The Expendables yang mengumpulkan para bintang laga lawas di satu film. Wah, kalau terwujud seru tuh.
2. Advent Bangun
Jagat perfilman tak hanya butuh jagoan tampan, tapi juga penjahat bengis. Siapa pun tahu Advent Bangun aktor laga yang hampir selalu kebagian peran antagonis. Sebagai atlet karate, Advent jadi juara nasional tahun 1971. Karateka penyandang Dan VI ini memulai kariernya lewat film laga berjudul Sepasang Cakar Rajawali tahun 1976. Kemampuan beladirinya membuat banyak sutradara kesengsem. Tampangnya yang bengis dan sangar, serta perawakannya yang tinggi besar membuatya langganan peran antagonis. Bukan sembarang antagonis, tentu. Di banyak film laga yang dibintanginya, Advent biasanya jadi musuh paling sulit dibunuh. Ia biasanya mati di akhir film saat pertarungan klimaks melawan sang jagoan. Oleh sebab itu, selain paling terkenang akan aksi sang jagoan, penonton film laga era 1990-an juga terkenang-kenang pada sosok Advent. Biasanya, Advent diadu dengan Barry Prima. Keduanya menjadi ikon film laga nasional. Bila Barry ikon jagoan yang baik, Advent ikon penjahat. Kini hidup Advent jauh dari gemerlap dunia hiburan. Ia kini menjadi pendeta, dengan nama barunya Pendeta Muda Thomas Bangun.
1. Barry Prima
Siapa tak kenal dia? Di tahun 1980-an dialah raja film laga nasional. Semua film yang dilakoninya adalah film laga. Sebut saja, semua seri Jaka Sembung, Golok setan, Membakar Matahari, Serbuan Halilintar, Serigala, Pasukan Berani Mati, Menumpas Teroris, Komando Samber Nyawa, Nyi Ageng Ratu Pemikat, Siluman Serigala Putih, Pendekar Bukit Tengkorak, Revenge of the Ninja, Jampang, atau Pertarungan Terakhir, Macho, hingga Panther. Saat perfilman Indonesia bangkit lagi di tahun 2000-an banyak yang mengira karier pemilik nama asli Bertus Knoch sudah habis. Sulit membayangkan generasi baru perfilman kita memberi tempat bagi aksi laga Barry. Tapi memang tidak. Tapi Barry diberi tempat dengan cara lain. Adalah Joko Anwar yang pada 2005 memberinya peran kecil sebagai sopir taksi di Janji Joni. Sedang Upi memberinya peran sebagai banci/pria transeksual di Realita Cinta, dan Rock 'n Roll. Apa yang dilakukan Joko dan Upi adalah membongkar ulang gambaran Barry yang sudah tertanam di benak penonton selama bertahun-tahun. Barry yang perkasa tiba-tiba muncul dalam wujud sopir taksi dan “perempuan”. Hasilnya memang asyik. Barry berhasil mencuri perhatian kita. Namun, apa berhasil membongkar gambaran Barry sang jagoan? Tentu tidak. Hingga kini, film-film lawas Barry Prima masih bisa ditemukan di lapak-lapak VCD/DVD di Glodok, Jakarta Barat, masih terus dicari orang. Bagi mereka, Barry Prima tetaplah jagoan yang punya gaya khas menggigit golok (seperti di Jaka Sembung) atau lirikan matanya yang tajam saat mengintai lawan.