Cerita Dewasa - Pagi itu aku  tengah sibuk membenahi  kamarku. Sebuah kamar kontrakan yang baru  kutempati sejak sebulan lalu.  Maklum, kamar berukuran 3×4 meter itu  berdinding papan dan terletak di  bagian belakang rumah bersebelahan  dengan kamar mandi. Apalagi papannya  sudah banyak yang renggang dan  berlubang hingga bila malam tiba, angin  menerobos masuk dan menebarkan  hawa dingin menusuk tulang. Hanya bagiku,  mendapatkan kamar kost dengan  kondisi seperti itu pun merupakan  anugerah tersendiri.
Sebelumnya  aku  nyaris patah semangat ketika mendapati harga sewaan kamar yang  rata-rata  sangat mahal dan tak terjangkau di kota tempatku kuliah di  sebuah PTN.  Hingga ketika Bu Halimah pemilik warung makan sederhana  menawariku untuk  tinggal di tempatnya dengan harga sewa yang murah aku  langsung  menyetujuinya.
Oh ya, Bu  Halimah,  ibu kostku itu adalah seorang janda berusia sekitar 45 tahun.  Sejak  kematian suaminya tujuh tahun lalu, ia tinggal bersama putri  tunggalnya  Nastiti. Ia masih sekolah, kelas dua di sebuah SMTA di kota  itu. Mereka  hidup dari usaha warung makan sederhana yang dikelola Bu  Halimah dibantu  Yu Narsih, seorang wanita tetangganya. Yu Narsih hanya  membantu di  rumah itu sejak pagi hingga petang setelah warung makan  ditutup.  Pembawaan keseharian Bu Halimah tampak sangat santun. Ia  selalu  mengenakan busana terusan panjang terutama bila tampil di luar  rumah  atau sedang melayani pembeli di warungnya. Hingga kendati  berstatus  janda dengan wajah lumayan cantik, tak ada laki-laki yang  berani iseng  atau menggoda. “Ada memang laki-laki yang meminta ibu  untuk menjadi  istrinya. Tetapi ibu hanya ingin membesarkan Nastiti  sampai ia berumah  tangga. Apalagi sangat sulit mencari pengganti  laki-laki seperti ayah  Nastiti almarhum,” katanya suatu ketika aku  berkesempatan berbincang  dengannya di suatu kesempatan.
Di   tengah kesibukanku memperbaiki dinding kamar, tiba-tiba kudengar suara   pintu kamar mandi dibuka. Lalu tak lama berselang kudengar suara   pancaran air yang menyemprot kencang dari kamar mandi. Padahal di sana   tidak ada kran air yang memungkinkan menimbulkan bunyi serupa. Maka   seiring dengan rasa ingin tahu yang muncul tiba-tiba, aku segera mencari   celah lubang di  dinding yang bersebelahan dengan kamar mandi untuk bisa  mengintipnya.  Ah, ternyata yang ada di kamar mandi adalah Bu Halimah.  Wanita itu  tengah kencing sambil berjongkok. Mungkin ia sangat kebelet  kencing  hingga begitu berjongkok semprotan air yang keluar dari  kemaluannya  menimbulkan suara berdesir yang cukup kencang sampai ke  telingaku. Aku  jadi tersenyum simpul melihat kenyataan itu. Tadinya aku  tidak berniat  melanjutkan untuk mengintip. Namun ketika sempat kulihat  pantat besar  Bu Halimah yang membulat, naluriku sebagai laki-laki dewasa  jadi  terpikat. Posisi jongkok Bu Halimah memang membelakangiku. Namun  karena  ia menarik tinggi-tinggi daster yang dikenakannya, aku dapat  melihat  pantat dan pinggulnya.
Ah,  wanita  berkulit kuning itu ternyata belum banyak kehilangan daya  pikatnya  sebagai wanita. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk terus  mengintip,  melihat adegan lanjutan yang dilakukan ibu kostku di kamar  mandi yang  ternyata membuat tubuhku panas dingin dibuatnya. Betapa  tidak, setelah  selesai kencing, Bu Halimah langsung mencopot dasternya  untuk  digantungkannya pada sebuah tempat gantungan yang tersedia. Tampak  ia  telanjang bulat karena dibalik dasternya ia tidak mengenakan celana   dalam maupun kutangnya. Jadilah aku bisa menikmati seluruh keindahan   lekuk-liku tubuhnya. Bongkahan pantatnya tampak sangat besar kendati   bentuknya telah agak menggantung. Sepasang buah dadanya yang juga sudah   agak menggantung, ukurannya juga tergolong besar dengan dihiasi  sepasang  pentilnya yang mencuat dan berwarna kecoklatan.
Namun   yang membuatku kian panas dingin adalah adegan lanjutan yang   dilakukannya setelah ia mulai mengguyur air dan menyabuni tubuhnya.   Sebab setelah hampir sekujur tubuhnya dibaluri busa sabun mandi, ia   cukup lama memainkan kedua tangannya di kedua susu-susunya.   Meremas-remas dan sesekali memilin puting-putingnya. Sepertinya ia   tengah berusaha membangkitkan dan memuasi birahinya oleh dirinya   sendiri. Lalu, dengan satu tangan yang masih menggerayang dan meremas di   buah dadanya, satu tangannya yang lain menelusur ke selangkangannya  dan  berhenti di kemaluannya yang membukit. Kemaluan yang hanya sedikit   ditumbuhi bulu rambut itu, berkali-kali diusap-usapnya dan akhirnya   salah satu jarinya menerobos ke celahnya. Ah, ia juga mengeluar-masukkan   jarinya ke liang kenikmatannya. Bahkan seperti tidak puas dengan satu   jari tengah tangannya, jari telunjuknya pun ikut dimasukannya. Hingga   akhirnya kedua jarinya yang digunakan untuk mencolok-colok vaginanya.
Aku   yakin Bu Halimah melakukan semua itu sambil membayangkan bahwa yang   mencolok-colok liang kenikmatannya adalah penis seorang laki-laki.   Terbukti ia melakukan sambil merem-melek dan mendesah. Membuktikan bahwa   ia mendapatkan kenikmatan atas yang tengah dilakukannya. Disodori   pertunjukkan panas yang diperagakan ibu kostku, aku kian tak tahan.   Kukeluarkan kemaluanku yang telah ikut mengeras dari celana setelah   membuka risleting. Kuremas-remas sendiri penisku sambil membayangkan   menyetubuhinya yang tengah bermasturbrasi.
Akhirnya,   ketika tubuhnya terlihat mengejang, karena menahan birahi yang tak   terbendung dan seiring dengan datangnya puncak kenikmatan yang   didambakan, aku pun kian kencang meremas dan mengocok kemaluanku sambil   terus memelototi tingkah polahnya. Dan tubuhku ikut mengejang dan   melemas ketika dari ujung penisku memuntahkan mani yang menyembur cukup   banyak. Dia tampak kaget dan mencoba mencari sesuatu di dinding kamar   mandi yang berbatasan dengan kamarku. Mungkin ia sempat mendengar   erangan lirih suaraku yang tak sadar sempat kukeluarkan saat mendapatkan   orgasme. Namun karena aku segera menjauh dari dinding, ia tak sempat   memergokiku. Tetapi,… ah.. entahlah.
Hanya   sejak saat itu aku sering mencari kesempatan untuk mengintipnya saat  ia  mandi. Bahkan juga mengintip ke kamarnya saat ia tidur. Kamar Dia   memang bersebelahan dengan kamarku. Rupanya, untuk memenuhi kebutuhan   biologisnya, selama ini wanita itu mendapatkannya dari bermasturbrasi.   Hingga aku sering memergoki ia melakukannya di kamarnya. Dan seperti   Dia, setiap aku mendapatkan kesempatan untuk melihat ketelanjangannya,   selalu aku melanjutkan dengan mengocok sendiri kemaluanku. Tentu saja   sambil membayangkan menyetubuhi ibu kostku itu. Sampai akhirnya,   mengintip ibu kostku merupakan acara rutin di setiap kesempatan seiring   dengan gairah birahiku yang kian menggelegak.
Sampai   suatu malam, setelah sekitar enam bulan tinggal di rumahnya, aku   bermaksud keluar kamar untuk menonton televisi di ruang tamu. Maklum   sejak sore aku terus berkutat dengan diktat dan buku-buku untuk tugas   pembuatan paper salah satu mata kuliah. Namun yang kutemukan di ruang   tamu membuatku sangat terpana. Televisi 17 inchi yang ada memang masih   menyala dan tengah menyiarkan satu acara infotainment dan disetel dengan   volume cukup keras. Namun satu-satunya penonton yang ada, yakni Dia,   tampak tertidur pulas. Ia tidur dengan menyelonjorkan kaki di  sofa,  sementara daster yang dikenakannya tersingkap cukup lebar hingga  kedua  kaki sampai ke pahanya nampak menyembul terbuka. Biasanya aku  akan  membangunkan dan megingatkannya untuk tidur di kamarnya bila  memergoki  ibu kostku tertidur di ruang tamu. Tetapi itu tidak  kulakukan, sayang  kalau pemandangan yang menggairahkan sampai  terlewatkan.
Ketika  aku mendekat,  tubuh wanita itu menggeliat dan posisi kakinya kian  terbuka hingga  mengundangku untuk melihatnya lebih mendekat. Berjongkok  di antara  kedua kakinya. Kini bukan hanya paha mulusnya yang dapat  kunikmati. Aku  juga dapat melihat organ miliknya yang paling rahasia  karena ia tidak  mengenakan celana dalam. Bibir luar kemaluannya terlihat  coklat  kehitaman dan nampak berkerut. Pertanda kemaluannya sering  diterobos  alat kejantanan pria. Sementara di celahnya, di bagian atas,  tampak  kelentitnya yang sebesar biji jagung terlihat mencuat. Melihat   ketelanjangan tubuh ibu kostku sebenarnya telah cukup sering kulakukan   saat mengintip. Namun melihatnya dari jarak yang cukup dekat baru kali   itu kulakukan. Degup jantungku jadi terpacu, sementara penisku langsung   menegang. Aku nyaris mengulurkan tanganku untuk mengusap vaginanya  untuk  merasakan lembutnya bulu-bulu halus yang tumbuh di sana atau  merasakan  hangatnya celah lubang kenikmatan itu.
Cerita Dewasa  - Tetapi  takut resiko yang harus kutanggung bila ia terbangun dan  tidak menyukai  ulahku, aku urungkan niatku tersebut. Dan tak tahan  terpanggang oleh  gairah yang memuncak, kuputuskan untuk kembali ke  kamar. Untuk beronani,  meredakan ketegangan yang meninggi. Di dalam  kamar, kulepaskan seluruh  pakaian yang kukenakan. Lalu tiduran  telanjang diatas ranjang setelah  sebelumnya menarik kain selimut untuk  menutupi tubuh. Seperti itulah  biasanya aku beronani sambil  membayangkan keindahan tubuh dan  menyetubuhi ibu kostku. Hanya, baru  saja aku mulai mengelus burungku  yang tegak berdiri tiba-tiba kudengar  pintu kamarku yang tak sempat  terkunci dibuka dan seseorang terlihat  menerobos masuk ke dalam. “Hayo,  lagi ngocok yah,” suara Dia  mengagetkanku. Ternyata yang membuka pintu  dan masuk kekamarku adalah  ibu kostku. “Ti,… tidak,” jawabku dan secara  reflek segera kutarik  selimut untuk menutupi tubuhku. “Jangan bohong  Tris. Ibu tahu kok kamu  sering mengintip ibu saat mandi atau dikamar.  Juga tadi kamu melihati  milik ibu saat tidur di sofa kan?” katanya lirih  seperti berbisik.
Ditelanjangi   sedemikian rupa aku jadi malu dan menjadi tegang. Takut kepada  kemarahan  Dia atas semua ulah yang tidak pantas kulakukan. Penisku yang  tadi  tegak menantang kini mengkerut, seiring dengan kehadiran wanita  itu di  kamarku dan oleh pernyataanya yang telah menelanjangiku. Aku  membungkam  tak dapat bisa bicara. “Sebenarnya ibu nggak apa-apa kok,  Tris. Malah,  eee.. ibu bangga ada anak muda yang mengagumi bentuk tubuh  ibu yang  sudah tua begini. Kalau mau, sekarang kamu boleh melihat  semuanya milik  ibu dari dekat dan kamu boleh melakukan apa saja. Asal  kamu bisa menjaga  rahasia serapat-rapatnya,” ujarnya.
Aku   masih belum tahu arah pembicaraan ibu kostku hingga hanya diam  membisu.  Tetapi, Dia telah melepas daster yang dikenakannya. Dan dengan   telanjang bulat, setelah sebelumnya mengunci pintu kamar, ia   menghampiriku yang masih terbaring di ranjang. Duduk di tepi ranjang di   sebelahku. Tak urung gairahku kembali terpacu kendati hanya menatapi   ketelanjangan tubuh wanita yang lebih pantas menjadi ibuku itu. “Ayo   Tris, jangan cuma melihati begitu. Tadi kamu sebenarnya ingin memegang   punya aku kan? Ayo lakukan semua yang ingin dilakukan padaku,” suaranya   terdengar berat ketika mengucapkan itu.
Mungkin   ia telah bernafsu dan ingin disentuh. Melihat aku tidak bereaksi, aku   kostku akhirnya mengambil insiatif. Tangannya menjulur, menarik selimut   yang menutupi tubuh telanjangku. Batang penisku yang tegak mengacung   diraihnya dan diremasnya dengan gemas. Selanjutnya mengelus-elusnya   perlahan hingga aku menjadi kelabakan oleh sentuhan-sentuhan lembut   tangannya di selangkanganku. Dan sambil melakukan itu Dia mulai   membaringkan tubuhnya di sisiku dalam posisi berhadapan denganku. Maka   buah dadanya yang berukuran besar dan seperti buah pepaya menggantung   berada tepat di dekat wajahku. Aku tetap tidak bereaksi kendati   payudaranya seperti sengaja disorongkan ke wajahku. Namun ketika ia   mulai mengocok penisku dan menimbulkan kenikmatan tak terkira,   keberanianku mulai terbangkitkan. Payudaranya mulai kujadikan sasaran   sentuhan dan remasan tanganku. Buah dadanya sudah tidak kencang memang,   tetapi karena ukurannya yang tergolong besar masih membuatku bernafsu   untuk meremas-remasnya. Puas meremas-remas, aku mulai menjilati   pentilnya secara bergantian dan dilanjutkan dengan mengulumnya dengan   mulutku.
Rupanya tindakanku itu   membuat gairah Dia menjadi naik. Ia mulai mengerang dan kian   mengaktifkan sentuhan-sentuhannya di di alat kelaminku.
“Ya Tris, begitu. Ah,.. ah enak. Uh,.. uh..terus terus sedot saja. Ya,.. ya. sshh…ssh.. akhhh”. Dengan mulut masih mengenyoti susu Dia secara bergantian kiri dan kanan, tanganku mulai menyelusur ke bawah. Ke perutnya, lalu turun ke pusarnya dan akhirnya kutemukan busungan membukit di selangkangannya. Kemaluan yang hanya sedikit di tumbuhi rambut itu terasa hangat ketika aku mulai mengusapnya. Rupanya itu merupakan wilayah yang sangat peka bagi seorang wanita. Maka ketika aku mulai mengusap dan meremas-remas gemas, Dia mulai menggelinjang. Kakinya dibukanya lebar-lebar memberi keleluasaan padaku untuk melakukan segala yang yang kuiinginkan. Terlebih ketika jari telunjukku mulai menerobos ke celahnya. Lubang vaginanya ternyata tak cuma hangat. Tetapi telah basah oleh cairan yang aku yakin bukan oleh air kencingnya. Aku jadi makin bernafsu untuk mencolok-coloknya. Tidak hanya satu jari yang masuk tetapi jari tengahkupun ikut bicara. Ikut menerobos masuk ke lubang kenikmatan aku kostku. Mengocok dan terus mengocoknya hingga lubang vaginanya kian becek akibat banyaknya cairan yang keluar. Ia juga menggelinjang-gelinjang sambil terus mendesah. “Ah,.. ah.. ah aku tidak kuat lagi Tris. Ayo sekarang kamu naik ke tubuh aku,” bisiknya akhirnya.
Rupanya   ia sudah tidak tahan akibat kemaluannya terus diterobos oleh dua   jariku. Maka tubuhku ditarik dan menindihnya. Dasar belum punya   pengalaman sedikitpun dengan wanita. Kendati telah menindihnya, penisku   tak kunjung dapat menerobos lubang kenikmatan aku kostku. Untung Dia   cukup telaten. Dibimbingnya penisku dan diarahkannya tepat di lubang   vaginanya.
“Sudah, dorong masuk tetapi pelan-pelan. Soalnya aku sudah lama melakukan seperti ini,” bisiknya di telingaku. Bleessss! Sekali sentak amblas penisku masuk ke lubang kenikmatan aku kostku. Aku memang tidak mengindahkan permintaannya yang memintaku untuk memasukannya perlahan. Mungkin karena tidak berpengalaman dan sudah terlanjur naik ke ubun-ubun gairah yang kurasakan. Hingga ia sempat vaginaik saat penisku menancap di lubang vaginanya. “Auuu, ..ah.ah.. pe..pelan-pelan Tris, shhh….ssh ..ah..ah,”
“Ma,… ma.. maaf bu,” “Iya,.iya. Be,.. besar sekali punya kamu ya Tris,”
“Punyamu juga besar dan enak,” kataku sambil terus meremasi kedua payudaranya.
“Sudah, dorong masuk tetapi pelan-pelan. Soalnya aku sudah lama melakukan seperti ini,” bisiknya di telingaku. Bleessss! Sekali sentak amblas penisku masuk ke lubang kenikmatan aku kostku. Aku memang tidak mengindahkan permintaannya yang memintaku untuk memasukannya perlahan. Mungkin karena tidak berpengalaman dan sudah terlanjur naik ke ubun-ubun gairah yang kurasakan. Hingga ia sempat vaginaik saat penisku menancap di lubang vaginanya. “Auuu, ..ah.ah.. pe..pelan-pelan Tris, shhh….ssh ..ah..ah,”
“Ma,… ma.. maaf bu,” “Iya,.iya. Be,.. besar sekali punya kamu ya Tris,”
“Punyamu juga besar dan enak,” kataku sambil terus meremasi kedua payudaranya.
Namun   baru beberapa saat aku mulai memaju mundurkan penisku ke lubang   vaginanya, desah nafasnya kian keras kudengar. Tubuhnya terus   menggelinjang dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya. Akibatnya baru   beberapa menit permainan berlangsung aku sudah tak tahan. Betapa tidak,   penisku yang berada di liang vaginanya terasa dijepit oleh   dinding-dinding kemaluannya. Bahkan terasa seperti disedot dan   diremas-remas.
“Aduh,.. ah.. aku tidak tahan. Ah,..ah…ah..aaaaaahhh,” Aku terkapar di atas tubuhnya setelah menyemprotkan cukup banyak air mani di liang sanggamanya. Indah dan melayang tinggi perasaanku saat segalanya terjadi. Dan cukup lama aku menindihnya yang memelukku erat setelah pengalaman persetubuhan pertamaku itu. “Maaf bu cepat sekali punya saya keluar. Jadinya cuma ngotorin” “Tidak apa-apa Tris. Kamu baru kali ini ya melakukannya? Nanti juga bisa tahan lebih lama” katanya setelah aku terbaring di sisinya sambil menenangkan gemuruh di dadaku yang mulai mereda.
Dan dengan lembut dia   membersihkan air mani yang berleleran di penisku dan vaginanya dengan   daster yang tadi dikenakannya. “Sebentar aku bikin kopi dulu ya, biar   kamu semangat lagi,” Dia keluar dari kamarku sambil membawa dasternya   yang telah kotor. Rupanya ia menyempatkan ke kamar mandi, karena   kudengar ia menyiram dan membasuh tubuhnya. Cukup lama ia melakukan itu   di kamar mandi. Baru ia kembali ke kamarku dengan membawa segelas besar   kopi panas kesukaanku yang dibuatnya. Ia mengenakan kain panjang yang   dililitkan sebatas dadanya. Namun satu-satunya pembungkus tubuhnya itu   langsung dilepaskannya setelah menaruh gelas kopi dan mengunci kembali   pintu kamarku. “Kopinya saya minum dulu ya bu,” “Oh ya, ya. Silahkan   diminum nanti keburu dingin,” Menyeruput beberapa tegukan kopi panas   buatannya membuatku kembali bergairah. Aku menyempatkan diri mencuci   rudalku di kamar mandi. Kendati tadi sudah dibersihkan olehnya, tetapi   rasanya kurang bersih dan agak kaku. Mungkin karena sperma yang   mengering.
Ketika aku kembali ke   kamar, Dia langsung menggenggam penisku yang masih layu. Mungkin ia   sudah ingin gairahnya tertuntaskan dan bermaksud membangkitkan   kejantananku dengan mengelus dan meremas-remasnya. Tetapi dengan halus   kutepis tangannya. “Aku telentang saja,..,” kataku.
Dia naik atas ranjang dan aku segera menyusulnya. Ia yang telah tiduran dengan posisi mengangkang, kudekati bagian bawah tubuhnya tepat di antara kedua pahanya. Ah, liang sanggamanya sudah banyak kerutan terutama di bagian bibir kemaluannya. Warnanya coklat kehitaman. Bahkan ada bagian dagingnya yang menggelambir keluar. Ia mencoba menutupi kemaluannya dengan tangannya. Mungkin ia malu bagian paling rahasia miliknya dipelototi begitu. Tetapi segera kusingkirkan tangannya. Dan ketika tanganku mulai melakukan sentuhan di sana, ia mandah saja. Bahkan saat telunjuk jari tanganku mulai mencoloknya, ia mendesah. Tak puas hanya memasukkan satu jari, jari tengahku menyusul masuk mencoloknya. Dan aku mulai mengkorek-koreknya dengan mengeluar-masukkan kedua jariku itu. Akibatnya ia menggelinjang dan mendesah.
Dia naik atas ranjang dan aku segera menyusulnya. Ia yang telah tiduran dengan posisi mengangkang, kudekati bagian bawah tubuhnya tepat di antara kedua pahanya. Ah, liang sanggamanya sudah banyak kerutan terutama di bagian bibir kemaluannya. Warnanya coklat kehitaman. Bahkan ada bagian dagingnya yang menggelambir keluar. Ia mencoba menutupi kemaluannya dengan tangannya. Mungkin ia malu bagian paling rahasia miliknya dipelototi begitu. Tetapi segera kusingkirkan tangannya. Dan ketika tanganku mulai melakukan sentuhan di sana, ia mandah saja. Bahkan saat telunjuk jari tanganku mulai mencoloknya, ia mendesah. Tak puas hanya memasukkan satu jari, jari tengahku menyusul masuk mencoloknya. Dan aku mulai mengkorek-koreknya dengan mengeluar-masukkan kedua jariku itu. Akibatnya ia menggelinjang dan mendesah.
Cerita Dewasa  - Kedua  jariku semakin basah oleh cairan vaginanya. Baunya sangat  khas, entah  mirip bau apa, sulit kucarikan padanannya. Hanya yang  pasti, bau  vaginanya tidak membuatku jijik. Hidungku semakin kudekatkan  untuk lebih  membauinya. Tetapi ketika lidahku mulai kugunakan untuk  menyapu bagian  luar bibir vaginanya ia memberontak. “Hiiii, jangan  Tris, ah,.. ah..  jorok ah. Kamu nggak jijik? Shhh,… akhhh…  shhh,….shhhh,” Ia mencoba  menolakkan kepalaku menjauhkan mulutku dari  lubang nikmatnya. Aku tetap  nekad, mulut dan lidahku tambah liar  menggeremusi dengan gemas liang  sanggamanya itu. Hingga ia kian  menggelepar dan menggelinjang. Mulutnya  mendesis seperti orang  kepedasan. Mulut dan lidahku yang meliar ke  bagian dalam vaginanya  menimbulkan sensasi tersendiri. Berkali-kali ia  mengangkat pantatnya  dan membuat lidah dan mulutku semakin menekan dan  menekan ke  kedalamannya. Ludahku yang bercampur dengan cairan vaginanya  menjadikan  lubang nikmatnya terasa sangat basah. Tetapi, ketika lidahku  mulai  melakukan sapuan ke lubang duburnya dengan cara mengangkat sedikit   pantatnya, ia kembali berontak. “Apa-apaan ini, hiii,.. jangan ah   kotor. Uhhh… ahhh… shhh.. shh,”
Aku   sering melihat film BF, saat wanita dijilati lubang anusnya, ia tambah   menggelinjang dan merintih. Berarti lubang dubur sangat peka oleh   sentuhan. Dan memang terbukti, Dia tambah merintih dan mengerang. Hanya   baru beberapa saat sapuan kulakukan, tubuhnya telah mengejang. Kedua   pahanya menjepit kencang kepalaku disusul dengan mengejutnya dubur dan   lubang vaginanya. “Ohhh, aku sudah enak Tris. Kamu sih menjilat-jilat di   situ. Kamu sudah sering ya melakukan dengan wanita,” “Tidak bu,” “Kok   kamu tahu yang seperti itu,” “Saya hanya ikut-ikutan adegan film BF”   Ujarku. ” Bapaknya Titi (panggilan Nastiti, anaknya) sih jangankan   menjilat dubur. Menjilati vagina aku saja tidak pernah,” katanya.
Kubiarkan   ia sesaat meredakan nafasnya yang memburu. Lalu aku mulai menindih   tubuhnya ketika ia menyatakan siap untuk melakukan permainan berikutnya.   penisku mulai naik-turun keluar-masuk dari liang sanggamanya. Bunyinya   sangat khas dan membuatku tambah bergairah. Sementara tanganku tak   henti-hentinya meremasi susu-susunya. Pentil susunya yang besar dan   mengeras kusedot-sedot dengan mulutku. Itu membuatnya keenakan dan   kembali mendesah. Ia tak mau kalah. Pinggulnya mulai digoyang. Pantat   besarnya dijadikan landasan untuk menggoyang. Jadilah benda bulat   panjang milikku yang berada di dalamnya mulai merasakan nikmat oleh   gesekan dinding vaginanya. Goyangan pinggul dan naik-turunnya tubuhku di   bagian bawah sepertinya seirama. Terasa syuur, dan ah, nikmat. Tak   lupa, sesekali bibirnya kucium. Ia membalasnya lebih hangat. Lidahku   disedotnya nikmat. Jadilah kami bak  sepasang kekasih yang tengah  meluahkan gairah. Saling berpacu dan  saling memberi kenikmatan. Aku tak  peduli lagi bahwa yang tengah  kusetubuhi adalah ibu kostku. Wanita yang  jauh lebih tua usianya dan  selama ini kuhormati karena penampilannya  yang selalu nampak santun.  Tak kusangka ia menyimpan bara yang siap  melelehkan. Liang nikmat Dia  mulai berdenyut-denyut kembali. Mungkin ia  akan kembali orgasme seperti  yang juga tengah kurasakan. Goyangan  pinggulnya semakin kencang tetapi  tidak teratur. Maka sodokan penisku ke  lubang nikmatnya semakin  garang. Menghujam dan kian menghujam seolah  hendak membelah bagian  bawah tubuhnya.
Puncaknya,  ketika  Dia mulai merintih dan kian mendesah, tanganku mulai menyelinap  ke  pinggulnya dan menyelusup ke pantatnya. Di sana aku meremas dan  mencari  celah agar dapat menyentuh duburnya. Dan setelah terpegang, jari   telunjukku mencolek-colek lubang anusnya. Akibatnya matanya seperti   membelalak dan hanya menampakkan warna putihnya. Dirangsang di dua   lubangnya sekaligus membuatnya seperti cacing kepanasan. Maka ketika   tubuhnya semakin mengejang, dan tubuhku dipeluknya erat. Jari telunjukku   kupaksa masuk ke lubang duburnya. Sedang penisku kubenamkan sekuatnya   di vaginanya. Jadilah pertahanan wanita itu ambrol, vaginanya kian   berdenyut dan menjepit sementara erangannya semakin kencang dan bahkan   vaginaik. Sedang dari rudalku, menyembur sebanyak-sebanyaknya sperma ke   lubang nikmatnya. Karena banyaknya sperma yang mengguyur, kurasakan ada   yang meleleh keluar dari mulut kemaluannya yang masih terterobos oleh   penisku. “Ah, aku puas sekali Tris. Baru kali ini aku merasakan yang   seperti ini,” katanya.
Kami masih   terkapar di ranjang. Ada rasa ngilu dan tulang-tulangku seperti   dilolosi. Tetapi sangat nikmat. Ada tiga ronde permainan yang kulakukan   malam itu. Dia mengaku sangat kecapaian ketika aku memintanya kembali.   Menjelang subuh, ia pamit untuk kembali ke kamarnya. “Kalau kamu suka,   aku siap melakukannya setiap waktu. Tetapi tolong jaga erat-erat  rahasia  kita ini,” ujarnya berpesan. Aku mengangguk setuju. Bahkan  sebelum  keluar dari kamarku ia kuhadiahi ciuman panjang. Pantat  besarnya  kuremas-remas gemas dan nyaris punyaku bangkit kembali. “Sudah  ah, besok  malam bisa kita sambung lagi. Kamu Tris, besok harus kuliah  kan,”  katanya. Bergegas ia menyelinap keluar dari kamarku. Takut dengan   gairahnya yang kembali terpancing. Perselingkuhanku dengannya terus   berlangsung. Di setiap kesempatan, kalau tidak aku yang mengajaknya, ia   yang mengambil insiatif. Bahkan di siang hari, kalau aku lagi ngebet,   sengaja bolos dari kampus. Mampir ke warungnya dan memberi kode, lalu ia   akan pulang menyempatkan melayaniku di kamarku atau di kamarnya. Ia   memang tergolong wanita panas yang terpicu hasrat seksualnya.
Seperti   siang itu, karena hanya ada satu mata kuliah, aku pulang agak siang   dari kampus. Aku langsung ke warung untuk makan siang dan bermaksud   memberi kode pada ibu kostku. Tetapi ia tidak di sana. ” Ibu baru saja   pulang, mungkin untuk istirahat,” kata Yu Narsih, pembantunya yang ada   menunggu warung melayani pembeli. Jarak antara warung dengan rumah   memang dekat tak lebih dari 50 meter. Maka setelah menyantap makan   siangku, aku langsung ngabur ke rumah. Dia tidak sedang tidur seperti   yang kusangka. Ia sedang melipati pakaian yang telah diambilnya dari   jemuran duduk di ruang tengah. Maka dasar sudah horny, kudekati ia dan   kupeluk dari belakang.
“Kuliahnya bebas Tris,” katanya. “Cuma satu mata kuliah kok,” jawabku.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi. Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan kupilin putingnya.
“Kuliahnya bebas Tris,” katanya. “Cuma satu mata kuliah kok,” jawabku.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi. Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan kupilin putingnya.
Aku  jadi gemas  karena ia tak bereaksi. Tetapi melanjutkan pekerjaanya  memberesi  pakaian-pakaian yang telah dicucinya. Maka sambil menciumi  lehernya,  tanganku terus merayap dan merayap sampai kutemukan vaginanya  yang masih  tertutup CD. Baru ketika hendak kutarik CD nya ia berontak.
“Kamu pengin Tris?,” “Iya. Habis vaginanya enak sih,” kataku. Celana dalamnya berhasil kulepaskan tanpa membuka dasternya. Sebenarnya ia mengajakku untuk main di kamarnya. Tetapi kutolak, aku ingin ia melayaniku di sofa. Apalagi Nastiti tengah camping di sekolahnya sejak dua hari lalu. Jadi aku tidak perlu takut ketahuan anak gadisnya itu. Dan lagi aku cuma butuh pelepasan hajat secara singkat karena harus menyelesaikan makalah yang harus jadi besok pagi. Kalau main di kamar, pasti akan memakan waktu lama karena Dia pasti tak mau cuma kusetubuhi sebentar.
“Kamu pengin Tris?,” “Iya. Habis vaginanya enak sih,” kataku. Celana dalamnya berhasil kulepaskan tanpa membuka dasternya. Sebenarnya ia mengajakku untuk main di kamarnya. Tetapi kutolak, aku ingin ia melayaniku di sofa. Apalagi Nastiti tengah camping di sekolahnya sejak dua hari lalu. Jadi aku tidak perlu takut ketahuan anak gadisnya itu. Dan lagi aku cuma butuh pelepasan hajat secara singkat karena harus menyelesaikan makalah yang harus jadi besok pagi. Kalau main di kamar, pasti akan memakan waktu lama karena Dia pasti tak mau cuma kusetubuhi sebentar.
Jadilah setelah sebentar   menjilati vaginanya dan meremasi susunya, hanya dengan menyingkap   dasternya aku mulai menyetubuhinya. Dengan posisi duduk di sofa ia   kangkangkan kakinya hingga memudahkanku memasukkan penis ke liang   nikmatnya. Kugenjot pelan lalu mulai cepat, karena nafsuku memang sudah   naik ke ubun-ubun.
Namun pada saat   aku memuncratkan sperma ke lubang vaginanya, samar-samar kulihat   seseorang melihati perbuatan kami. Ia adalah Yu Narsih, pembantu aku.   Kulihat ia mengintip dari balik gorden di pintu dekat kamar mandi.   Rupanya ia masuk dari pintu belakang rumah yang memang tidak terkunci.   Aku langsung berdiri dan melangkah ke arah dapur. “Dasar anak muda,   kalau lagi ada mau nggak sabaran,” katanya tersenyum melihat tingkahku.   Dibersihkannya sperma yang berleleran di sekitar kemaluannya dengan   daster yang dikenakannya. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya aku tengah   mencoba mengejar Yu Narsih yang langsung menyelinap keluar setelah   perbuatanku dengan ibu kostku. Aku jadi panik, takut Yu Narsih akan   menceritakan peristiwa yang dilihatnya kepada para tetangga. Kuputuskan   untuk tidak menceritakan padanya ihwal Yu Narsih. Biarlah akan kucoba   meredamnya, pikirku.
Selepas sore   kutemui Yu Narsih di rumahnya. Jarak rumah Yu Narsih hanya sekitar 500   meter. Terpencil di tepi sawah. Aku memang sering main ke rumahnya dan   kenal baik dengan suaminya, Kang Sarjo yang berprofesi sebagai tukang   becak. Wanita berusia sekitar 35 tahun dan berkulit agak gelap itu,   cukup kaget ketika aku datang. “Kang Sarjo mana Yu?” “Oh, baru saja   berangkat narik. Ada perlu dengan dia?” Plong, lega rasa hatiku. Aku   memang ragu, takut permasalahan yang ingin kusampaikan ke Yu Narsih di   dengar suaminya. Aku dipersilahkannya duduk di balai, satu-satunya   perabotan yang ada di ruang tamu rumah berdinding pagar itu. Yu Narsih   pun duduk menyebelahiku. “Tidak. Aku malah perlu sama Yu Narsih kok,”   kataku.
Dengan pelan kusampaikan   maksud kedatanganku. Aku meminta Yu Narsih tidak menceritakan apa yang   dilihatnya siang tadi kepada orang-orang. Kasihan ibu kostku akan jadi   bahan gunjingan orang. Dan sejauh ini Dia tidak tahu kalau Yu Narsih   sebenarnya telah memergoki perbuatan itu hingga aku memintanya pula   untuk tidak menegur ibu kostku. Ia cuma terdiam membisu sampai aku   menyelesaikan semua yang ingin kusampaikan. “Ah, saya ndak apa-apa kok   Mas Tris. Saya malah yang minta maaf, tadi nyelonong masuk,” ujarnya.   “Tetapi saya tidak enak sama Yu Narsih. Yu Narsih jangan cerita sama   siapa-siapa ya,” kataku lebih menegaskan. Seperti menghiba saat aku   menyampaikan itu. “Iya mas. Masak saya menjelek-jelekkan Mas Tris dan   ibu sih,”
Cerita Dewasa -  Mendengar kesungguhan dan  ketulusannya itu aku merasakan beban berat  yang tadi menindihku  berkurang. Akupun langsung pamit pulang. Sejak itu  aku dengan tenang  dapat memuasi ibu kostku. Aku tinggal di rumah ibu  kostku sampai lulus  kuliah dan telah memperoleh pekerjaan. Bahkan, saat  ini saya tengah  dalam persiapan perkawinan dengan Nastiti, putri  tunggal ibu kostku,  entah apa jadinya nanti,…. Apakah Dia akan tetap  meminta layananku bila  aku telah menjadi menantunya. 
