Jujur saya sendiri paling malas menonton acara berita di televisi, karena begitu saya tonton, berita yang paling sering dibacakan adalah tentang korupsi, korupsi dan korupsi. Yang paling ironis-nya lagi ketika setela berita tentang korupsi dibacakan, setelah itu adalah berita tentang masalah kemiskinan rakyat yang kian parah disekitar kita.
Melalui tulisan ini, izinkan saya untuk menumpahkan semua uneg-uneg saya ( yang mungkin juga anda ), tentang kondisi bangsa ini secara moral yang kian hari semakin jauh dari pengharapan untuk bisa hidup yang lebih baik menuju Indonesia yang semakin baik.
Masih terngiang di ingatan kita, ketika semua rakyat Indonesia merayakan pesta demokrasi di negeri ini, semua orang (mungkin termasuk yang ingin terpilih), mendambakan adanya perubahan yang signifikan di negeri ini, tentang menjadikan negeri ini aman, damai, sejahtera, adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan. Semua berjalan dengan lancar walau ada beberapa permasalahan yang kerap muncul dalam setiap pemilu yang terjadi di negeri ini, maklum semua orang sudah mengerti tentang arti reformasi sekarang.
Namun dengan berjalannya waktu, rakyat nyata-nyata tidak mendapatkan apa yang mereka impikan setelah pemilu berakhir, semua janji yang pernah di lontarkan para wakil rakyat yang cuma menginginkan suara dari rakyat, hilang terbuai oleh manisnya fasilitas yang diberikan negara kepadanya, yang justru diperparah oleh sibuknya wakil rakyat tadi oleh aktivitas ROI (Return Of Investment) alias balik modal setelah pemilu.
Kini rakyat hanya cuma pasrah, menjalankan kehidupan sehari-harinya sesuai dengan tuntutan kehidupan, tanpa enggan memikirkan kemana si wakil rakyat yang pernah berjanji memberikan dan mengusahakan kehidupan yang layak bagi mereka yang memilih dirinya sebagai "anggota dewan". Bagi mereka harga-harga kebutuhan pokok yang semakin hari semakin membumbung tinggi dan semakin tidak terjangkau adalah tuntutan hidup yang harus di bayar di negeri ini yang kaya raya akan sumber daya alamnya.
Bagi kami, hari ini adalah hari ini, dan esok adalah hari esok, tidak ada harapan yang berarti yang pernah terucap dari mulut manis sang kandidat ketika mereka berpidato. Ujian hari ini adalah tanggung jawab pribadi masing-masing, tidak ada yang bisa diharapkan dari janji manis tadi. Hidup harus terus berlanjut dan dan memang harus diperjuangkan sendiri-sendiri tanpa ada jaminan dari siapapun.
Kini rakyat cuma hanya pasrah, jika terjadi kemacetan yang sangat pelik untuk bisa dituntaskan, karena memang kemacetan yang terjadi akibat dari lingkaran setan yang membelenggu dari sistem transportasi itu sendiri, rakyat terpaksa membeli alat transportasi sendiri karena memang benar trasportasi yang tersedia masih jauh dari harapan untuk memberikan pelayanan terbaiknya.
Kini rakyat cuma pasrah melihat para petinggi negeri ini meng-korupsi uang rakyat sendiri, dan rakyat sendiri tidak bisa berbuat banyak, karena begitu "smooth"-nya permainan sistim yang ada, sehingga banyak sekali uang negara yang melayang entah kemana, padahal kalau difikir-fikir, uang yang serba milyaran bahkan trilyunan itu kalau di gunakan untuk kemaslahatan bersama, pasti sangat berguna.
Kini rakyat hanya cuma pasrah, ketika sistem pendidikan negeri ini yang katanya gratis tanpa biaya, nyatanya masih ada sekolah yang menerapkan uang pendidikan yang selangit tidak terjangkau oleh kalangan bawah, padahal kalau difikir-fikir begitu mahalkan nilai sebuah ilmu, karena ilmu adalah sesuatu yang sangat penting bagi kemajuan bangsa, bagaimana bisa maju sebuah bangsa kalau bangsa itu tidak menghargai pendidikan. Ironinya masih ada segelintir orang yang benar-benar "menghargai" pendidikan dengan memasang tarif sekolah yang tinggi.
Kini rakyat hanya cuma pasrah, ketika keadilan di negeri ini banyak di kuasai oleh orang-orang yang berduit dan tidak memihak kepada kaum lemah yang justru terkadang benar namun tetap disalahkan, sedangkan orang kuat yang punya banyak uang, walau salah tetap dibenarkan. Sepertinya nilai keadilan seperti ini banyak terjadi sekarang.
Kepasrahan-kepasrahan tadi sepertinya terus berulang-ulang dari tahun ke tahun, dari pemilu ke pemilu, tanpa ada perubahan yang signifikan yang mampu mengubah rakyat kecil memiliki hidup dan penghidupan yang layak.
Apa sebenarnya yang terjadi pada bangsa ini, apakah kita sudah lupa akan nilai-nilai luhur yang diperjuangkan para pahlawan yang benar-benar merelakan jiwa raga mereka demi kemerdekaan serta kebebasan negeri ini dari belenggu para penjajah. Tanpa ada rasa pamrih apalagi mau dibayar untuk memerdekakan republik ini, mereka secara heroik membela tanah air ini agar anak cucu mereka bisa hidup dengan aman, sejahtera kelak setelah penjajahan berakhir.
Marilah kita berkaca pada hati nurani ini, apakah tindakan-tindakan kita sudah mencerminkan nilai luhur yang diamanatkan para leluhur negeri ini?, mungkin mereka akan sedih dan sangat menyesal kalau melihat negeri ini terkoyak sendi-sendi kehidupannya, tidak ada lagi cerminan budaya malu korupsi dan lain sebagainya. Semakin lama hidup di negeri ini semakin menjerit akan kelemahan bagi mereka kaum bawah. Saling sikut, saling menjatuhkan, saling melindungi yang bersalah, saling tutup mentutupi kasus besar namun kasus kecil kerap kali dijatuhi hukuman berat dan sebagainya.
Mungkin para pahlawan negeri ini menyesal membebaskan bangsa ini kalau sekarang masih seperti terjajah, masih miskin serta tidak ada keadilan. Mungkin mereka sedih ketika melihat anak dan cucu negeri ini hidup dalam kesulitan yang tidak berakhir. Sungguh mereka sangat menyesal.
wahai orang-orang yang diberikan kepercayaan oleh rakyat, siapkah anda memikul tanggung jawab untuk memberikan contoh serta tauladan yang baik bagi negeri ini, jika anda belum siap jangan pertaruhkan nama anda demi posisi yang membuat anda lupa siap yang memilih anda. Kepada siapa lagi kami bisa mencontoh perilaku dan sikap anggun yang bisa membawa bangsa ini ke level bangsa yang bermartabat.